Cracking The “Un-Emotionally Intelligent Organization”

admin 01/02/2014 0

 

Cracking The “Un-Emotio​nally Intelligen​t Organizati​on”

Smart Emotion Radiotalk, Bp Anthony Dio Martin, 1 Nov 2012

 

Kekecewaan terhadap organisasi ternyata mengarah ke terbentuknya group group mantan karyawan didalam media social. Ada group Facebook berjudulnya cukup “mengerikan”: Dengan Penuh Kecewa, Saya Bertekad Untuk Membalas Dendam Kepada Perusahaan! Belum lagi komentar di blog:Penuh Kecewa, 9 tahun dianggap Sampah…., tekad: membalas dendam dan…..lawan!

Biasanya kalau hanya menyangkut personal seseorang, paling dia mengomel. Tapi kalau sudah dalam bentuk kelompok……something is wrong! Mereka merasa didzolimi!

 

Steven J. Stein menulis buku “7 Keys To An Emotionally Intelligent Organization” mengulas tentang organisasi yang cerdas amosi.

Ciri organisasi yang cerdas emosinya:

  1. Karyawannya mencintai pekerjaannya.
  2. Perusahaan memberikan kompensasi yang pantas, sebagai penghargaan kepada karyawannya.
  3. Tidak memberi beban kerja yang berlebihan (overwork/ overutlized), atau membiarkan karyawannya menganggur (underwork/underutilized)
  4. Membangun tim yang kuat dengan tujuan bersama dan dengan visi yang jelas
  5. Memperlakukan orang dengan respek, tidak menghina. Mengembangkan talenta unik yang dimiliki karyawan.
  6. Pimpinannya mampu mengelola dan pantas menjadi role model.
  7. Melakukan berbagai hal baik secara proactive, untuk menciptakan lingkungan kerja yang baik, yang memenangkan hati dan pikiran orang-orang yang bekerja untuknya (to win the hearts and minds of their people).

 

Perusahaan tidak hanya focus pada target, omzet,tapi juga suasana lingkungan kerja. Bagaimana membuat supaya perusahaan bisa menjadi rumah kedua buat karyawan sehingga mereka menjadi betah.

 

Percaya gak, ada beberapa perusahaan besar yang tergolong kurang cerdas secara emosional? Diantaranya: Hewlett-Packard (HP), Hertz (perusahaan sewa mobil, dengan banyak gelar MBA, gak tahu tapi sok tahu soal bisnis, memaksakan goal yang tidak masuk akal), GameStop (hanya fokuc pada jualan, gak peduli orang), Rober Half International (RHI, tarifnya mahal tapi bayaran ke karyawan rendah, dengan beban kerja yang tinggi), dst. Ada 11 perusahaan yang dianggap kurang bagus untuk tempat kerja, menurut majalah 24/7 Wallstreet (August 2012 – “The 11 Worst Companies To Work For In America”)

Bagaimana ciri-ciri perusahaan yang tidak cerdas emosinya?

 

Ciri-ciri Perusahaan Yang Tidak Cerdas Emosinya (Unemotionally Intelligent ):

  1. People = Product. Orang diperlakukan seperti produk, barang, sampah (bisa dibuang sewaktu waktu), gak boleh sakit, cuti, kerja nonstop seperti robot. Pelit, tidak mau investasi untuk pengembangan karyawan, training. (Bahkan untuk meninggalpun harus minta ijin dulu….kata Mbak Riri).
  2. Blackmail. Mengancam, untuk memaksa orang bekerja. Kalau menolak perintah, akan dipecat. “Satu orang dipecat, 1000 orang akan datang melamar pekerjaan”.
  3. No Trust. Hampa kepercayaan, yang ada hanya rasa curiga. Terjadi konflik, baik terbuka maupun terselubung. Omongannya tidak bisa dipegang, berubah setiap saat. Emotional bank account nya minim kalau tidak minus.
  4. Artificial Relationship. Hubungan palsu, hanya sekedar basa basi, saling sapanya kaku, tidak ada rasa kekeluargaan yang tulus.
  5. Menjilat dan menginjak. Menjilat keatas, menginjak ke bawah. Menyepelekan bawahan. Ini merupakan bagian dari sistim yang diciptakan.
  6. NATO: No Appreciation, Talk Only. Hanya bisa berjanji tanpa mampu menepati. Tidak ada penghargaan sama sekali, imbalannya tidak setimpal.
  7. Kambing Hitam dan Kambing Congek. Kambing hitam: saling lempar tanggung jawab kalau terjadi masalah. Kambing Congek: karyawan gak boleh bertanya, harus nurut. (“Pokoknya…..!”). Karyawan kritis disingkirkan.

 

Untuk membangun perusahaan yang cerdas emosi, diperlukan pimpinan dan trainer yang mengenal dan menguasai kecerdasan emosi. Untuk mencerdaskan emosi perusahaan, ini ada jalan keluarnya:

 

Global EQ Certification (International)

26-30 November 2012 (COO SixSeconds, Joshua Freedman, Anthony Dio Martin)

Registrasi: 0213862521

Note: Investasinya tidak murah, sesuai dengan kualitas sertifikasinya. Biayanya sangat tidak seberapa dibandingkan dengan besarnya manfaat yang akan diperoleh oleh perusahaan.

 

Tips Menghindari “Un-Emotionally Intelligent Organization” :

  1. Jangan hanya focus kepada angka, target tanpa menghargai prosesnya, hubungannya (kualitatif). Perusahaan bisa kehilangan orang orang bagus karena situasinya rapuh.
  2. Rayakan pencapaian pencapaian kecil dan sederhana, supaya tidak monoton.
  3. Adakan survey secara berkala, tentang kepuasan karyawan. Supaya lebih objektif, bisa gunakan pihak ketiga yang netral.
  4. Buat Kotak Saran sebagai sarana untuk memberi masukan. Hargai mereka yang memberi masukan, walaupun sarannya kurang berarti.
  5. Atasan harus bisa menjadi role model.
    1. Bangun jalur komunikasi serta pertemuan informal (ledek2an, BB Group, Email)
    2. Bangun EQ team, yang mengimplementasikan EQ (Skunk Work – idenya Cary Charniss & Daniel Goleman dalam buku “The Emotionally Intelligent Workplace”)

 

Diskusi Telpon.

Tergantung sistim atau orangnya? (Bp Denny). ADM: Underlying value SixSeconds: Emotion drives people, people drives performance. System, organisasi adalah “benda”. Orang dibelakang itulah yang menentukan. Mereka yang membentuk kondisi. Kondisi buruk akan mempengaruhi orang.

 

Fasilitas bagus tapi tetap tidak puas. (Bp Sigit). ADM: Salah satu dari 7 hal diatas adalah sudut pandang berbeda. Bagusnya beri mereka kesempatan untuk belajar. Jangan hanya terpaku pada ukuran target, omzet, dsb, tapi juga harus cukup memakai ukuran kualitatif seperti hubungan, suasana.

 

SMS/ Twitter.

IQ atau EQ?  ADM: IQ butuh, tapi tidak cukup, IQ harus plus EQ.

Organisasi kecil: keluarga (Bp Andri Kesuma). Dalam keluarga, anak bungsu biasanya underdog. Dia perlu buktikan dengan berjuang.

Bertahan di perusahaan kurang cerdas? ADM: 2 pertanyaan:

1. apakah dirimu masih bisa belajar sesuatu? Masih bisa berkembang, walau kondisi parah?

2. Apakah Anda sedanga menyelesaikan suatu proyek penting yang belum diselesaikan?

Setelah tuntas terjawab keduanya, Anda bisa putuskan, apakah tetap bekerja atau memecat organisasimu.

Mudah marah, EQ parah? ADM: Berpikirlah selalu dengan consequential thinking. Pikirkan apa yang akan dilakukan, apa akibatnya. Ini akan mengurangi efek efek yang tidak diharapkan.

Keluar dari suasana tidak kondusif. ADM: Lebih baik coba dulu melalui kolaborasi dengan teman teman se ide, siapa tahu ada yang bisa diperbaiki. Apa yang bisa dilakukan? Ada peserta yang setelah ikut EQ, dia mulai menggerakkan organisasi, mengumpulkan teman teman dengan berbagai aktifitas seperti bedah buku, dan mereka berhasil mengubah suasana kerja. Mereka menyalakan lilin harapan. Tapi kalau badainya terlalu besar, nyala lilin akan padam…..yuk tariiiiik!

 

Indonesian Family Forum.

Oleh: Bambang Syumanjaya, Arvan Pradiansyah, Ayah Edi, Anthony Dio Martin

3 November 2012

Nafiri Convention Center, Central Park Jakarta

Para Guru boleh ikut gratis! (untuk orang tua, investasinya Rp 220,000, atau Rp 55,000 per orang pakar top…….mana ada forum semurah itu untuk pakar beken ‘kan? Harga itu hanya untuk yang daftar hari ini saja.)

Untuk mendaftar, kirim sms ke 0855 884 1515: Reg (spasi) nama.

Registrasi: 021 45853535.

Keterangan lengkap bisa dilihat di:

http://www.family-discovery.com/detail2.asp?menu=detail&id=14

 

Komentar Serius

  • Apapun alasannya, mantan karyawan harus mau melihat sesuatunya dengan fair tentang mantan perusahaan tempat dia bekerja. Apakah yakin tidak ada hal positive, pengalaman, ilmu, yang diperoleh?
  • Kalau kita menuntut perlakuan yang fair, bukankah kita juga patut memperlakukan orang lain, termasuk ex perusahaan dengan adil?
  • Dengan pengalaman pahit pun tetap ada manfaatnya, misalnya melatih adversity quotient kita, ketangguhan kita menghadapi situasi sulit (atasan sulit, perusahaan sulit).
  • Mari bayangkan bagaimana keluarga kita bisa makan dari gaji yang diberikan perusahaan.
  • Kemana hilangnya rasa syukur kita……?
  • Bila kita bisa blame, kita juga harus bisa frame……(membangun, membentuk)

 

Best regards,

Eka Wartana

Penulis buku Bestseller: MindWeb, konsep Berpikir Tanpa Mikir

Website: mindwebway.com

Join Milis: mindweb_way-subscribe@yahoogroups.com

 

 

 

 

Leave A Response »