Mengapa Boss Yang EQnya Rendah Justru Dipromosikan? (19 Mar 2014)

admin 19/03/2014 0

“MENGAPA BOSS YANG EQ-NYA RENDAH, JUSTRU DIPROMOSIKAN?”

Smart Emotion Radiotalk, Rabu 19 Maret 2014 (Pkl 7.00-8.00)

 

Ada sebuah pertanyaan, “Mengapa boss saya yang jelas-jelas EQnya rendah justru dipromosikan? Dia orangnya tidak manusiawi dan suka mengancam. Tapi saya heran, kenapa dia yang kemudian mendaptkan promosi? Katanya 80% faktor penentu kesuksesan adalah EQ, tetapi kenyataannya, meskipun EQnya rendah, mengapa dia yang dipromosikan? Apa yang salah disini?”

Sisi positif pimpinan ber-EQ rendah di mata manajemen:

1.   Pimpinan ber-EQ rendah adalah pekerja keras siang malam (cenderung workaholic). Seringkali tidak peduli keluarga. Akibatnya, secara produksi, mereka biasanya jauh lebih tinggi dibandingkan rekan-rekan yang lain dan itu menyenangkan pihak perusahaan.

2.   Pimpinan ber-EQ rendah hanya peduli pada soal hasil dan hasil saja. Mereka tidak peduli perasaan orang lain. Akibatnya mereka bisa memaki, membentak atau memarahi tatkala hasil kerjanya tidak ada atau tidak maksimal. Bagi mereka, hasil lebih penting daripada perasaan orang.

3.   Pimpinan ber-EQ rendah dianggap tough, keras, dan tidak bertele-tela. Kalau orang tidak perform, pecat! Kalau karyawan minta macam-macam, diancam!

4.   Pimpinan ber-EQ rendah adalah orang dengan toleransi rendah. Contoh, “Saya minta ijin untuk menghadiri pemakaman mertua saya.” Jawabannya, “Mertuamu bukan ibu kandungmu. Lagipula keluarga istrimu sudah banyak yang mengurus. Orang sudah meninggal meski ditunggui tidak akan hidup lagi. Ada target yang lebih penting”.

Fakta menarik, banyak pimpinan ber-EQ rendah.

1.   Penelitian oleh Emotional Intelligence Concorcium, kalau dibuat grafiknya, EQ pimpinan biasanya naik dulu, dari supervisor ke manager, lalu ke general manager. Biasanya EQ naik. Tapi setelah itu di level direktur atau owner justru level EQnya lebih rendah. Jadi kesimpulannya adalah, justru yang duduk di posisi teratas EQnya lebih rendah. Tapi sikapnya rasional.

2.   Penelitian Dr. Fabia Sala (2001), banyak pimpinan puncak menilai EQ mereka terlalu tinggi dan seringkali sangat tidak sesuai dengan penilaian karyawan. Mengapa? Karena orang-orang pada posisi paling atas jarang meminta feedback, dan orang-orangpun jarang mau memberi masukan yang jujur pada mereka.

3.   Mengapa di posisi atas EQnya justru rendah?

4.   Pendiri bisnis atau rata-rata enterpreneur, harus tough. Dengan gaya seperti itulah Bisnis mereka terbentuk.

5.   Fokus pada hasil, bukan pada proses.

6.   Workacholic, tidak terlalu mementingkan hubungan, bahkan saudara sekalipun.

7.   Harus tega (emosi dimatikan), bahkan spiritual dimatikan.

 

Contoh orang sukses yang ber-EQ rendah:

Steve Jobs. Dalam buku “The No Asshole Rule”, Dr. Rober Sutton menyebut istilah Superman Syndrome:

  • Merasa paling pintar, sangat emosional (apalagi kalau kehendaknya tidak dituruti). Menggunakan ukuran dirinya untuk mengukur orang lain.
  • Menggunakan teknik menghina orang untuk memberikan semangat kepada orang lain. Seperti saat dia menarik John Sculley, “Kamu mau jualan air bergula seumur hidupmu atau mengubah dunia?”.
  • Dikeluarkan dari Apple.

 

Inilah bayarannya, kalau pimpinan ber-EQ rendah:

  • Secara uang. Penelitian oleh Horrison Psychological Associate terhadap 9000 karyawan pemerintah mengatakan. Akibanya kerugian mencapai 180 juta US$, karyawan banyak yang keluar, training lagi, dsb.
  • Ongkos sosial juga jadi tinggi: tidak produktif,  ongkos orang keluar masuk, ongkos kesalahan.
  • Secara bisnis. John Akers dari IBM, sukses. Tapi kemudian menjadi terlalu keras kepala. Terus fokus pada yang namanya mainframe, padahal bisnis sudah berubah.
  • Secara hukum. Misalnya kasus Enron. Orang-orang pintar, sehingga seringkali bisa memalsukan dokumen dan apapun demi uang.
  • Secara keterangan bahkan nyawa. Beberapa pimpinan yang ber-EQ rendah, harus membawa bodyguard.
  • Secara kehidupan. Misalnya Paul Castle, raja property Inggris, sukses bekerja, tetapi kehidupan keluarga berantakan, tewas dengan terjun ke kereta bawah tanah.

Penelepon:

Pak Denny

Bagaimana Tanggapan Bapak, kalau ingin menjadikan Situational Leadership Model, di satu sisi kita butuh Pemimpin yang bisa mendorong dan menekan tim.

Tetapi untuk kondisi yang lain, tidak berlaku, tetapi kondisi seperti ini terkadang tidak bisa memberikan result yang baik.

 

Pak Johan

Saya pernah mendapatkan Pemimpin yang mulutnya kebun binatang. Saya langsung minta resign dengan alas an dapat tawaran pekerjaan ditempat lain.

Pak Mujiono

Yang tidak disukai jika pemimpin tidak memberikan kesempatan karyawan untuk maju dan berkembang.

Tips:

a.     Mau jangka panjang atau jangka pendek? Jangka pendek IQ, lupakan EQ.

b.    Mau sekedar sukses atau sukses bahagia? Kalau mau sukses saja, IQ bisa. Tapi kalau mau sukses yang mencakup bahagia, butuh EQ, dan SQ

c.     Jangan iri dengan orang yang “nasty tapi sukses”. Justru sebaliknya, irilah dengan orang yang rumah tangganya harmonis, bahagia, disayang karyawan, murah hati, dan sebagainya.

Kesimpulannya:

a.     Pimpinan ber-EQ tinggi meningkatkan bisnis secara cepat. Tapi untuk jangka panjang, bagi organisasi dan dirinya sendiri akan menderita. Orang-orang bagus akan keluar, dan akan banyak luka batin yang tertinggal yang pada akhirnya membuat bisnis tidak bisa bertahan lama.

b.    Banyak pimpinan ber-EQ rendah. Banyak diantara mereka adalah orang yang punya problem secara emosional, harga diri bermasalah. Jadi kesuksesan adalah untuk membuktikan dirinya.

“Tujuan hidup kita bukan cuma sekedar sukses Hasil, tujuan hidup kita juga sukses dan kebahagiaan, untuk itu IQ saja tidak cukup, kita butuh EQ. Kita tetap membutuhkan Kecerdasan Emosional.”

INFORMASI PENTING!!

WORKSHOP

EMOTIONAL QUALITY MANAGEMENT

OLEH ANTHONY DIO MARTIN & MAX SANDY

Hotel Santika, 24 – 26 Maret 2014

MENGAPA PERLU MENGIKUTI TRAINING INI?

  • Membangun pribadi dengan mental dan kemampuan interpersonal yang lebih baik melalui kompetensi EQ
  • Mengurangi terjadinya konflik, pertentangan dan kesalahpahaman akibat perbedaan pola pikir dan style individu yang berbeda
  • Menciptakan iklim dan suasana yang lebih saling percaya dan lebih mudah berkomunikasi, khususnya dalam keluarga dan di tempat kerja
  • Mengaplikasikan pengetahuan tentang emosi dalam menghadapi atasan, rekan, bawahan bahkan pelanggan yang tergolong sulit di tempat kerja
  • Mengaplikasikan pengetahuan kecerdasan emosional dalam berbagai bidang pekerjaan termasuk untuk mendidik anak, dalam pekerjaan sebagai sales, operation, back office, customer service, dll

Untuk informasi dan pendaftaran, telp. 021. 3518505, atau 021.386252

Best regards,

 Stephanie Natalia

 

Leave A Response »