Poli……

admin 16/05/2016 0
Poli……

Poli……

Oleh: Eka Wartana

Seorang istri menangis tersedu sedu……, suaminya meninggalkannya karena telah terpikat oleh wanita lain. Poligami telah mengubah nasibnya, menambah derita hidupnya. Dia membenci kata “poli” karena membuat hidupnya “game” over (tamat).

Dalam kasus itu, kata “poli” berkonotasi negative. Poliandri? Sama saja….kasihan nasib pria yang di poliandri oleh istrinya.

Selalu ada dua sisi dari satu koin, kata orang. Ada ‘poli’ yang bagus, ada yang buruk tergantung dilihat dari sisi mana….. Bahkan poligami pun mempunyai sisi baik dan buruknya, tergantung dilihat dari sisi siapa dulu.

Si suami sih senang, merasa bisa “membantu” memberi nafkah orang lain (kedok social… ada gak ya pahala nya?), bisa memuaskan hasrat seksual nya (sisi ego nya). Si istri yang baru tentu senang karena punya “bankir” baru yang memberinya nafkah hidup. Akan bahagia teruskah kehidupan si suami? Dari banyak cerita, ternyata manis nya madu diawal, seringkali berakhir pahit……karena dia mengalami nasib yang sama, ditinggalkan oleh istri muda nya…..

Bagaimana dengan istri lama nya? Gak bisa dibayangkan deritanya dimadu. Indahnya bulan madu diawal pernikahan, berubah menjadi kelamnya tangis tersedu dibagian akhirnya. (satu suku kata “di” mampu mengubah arti kata menjadi kontras: madu yang manis dan “di”madu yang sangat pahit…..).

Tapi ada juga lho, wanita yang mendukung poligami, rela berbagi suaminya dengan wanita lain, bahkan ada yang rukun tinggal satu atap! (benar benar ikhlas kah dia?)

Lalu, bagaimana dengan kata kata lain yang mengandung “poli”? Yuk kita lihat “poli-poli” yang lain: politik, politikus, polisi. Sama dengan koin tadi, sisi nya ada dua juga. Ada yang baik, ada yang munafik. Ada yang jujur, ada yang terlanjur (terbujuk godaan). Ada yang hebat, ada yang jahat. Ada yang tobat, ada yang kumat (lagi). Ada yang tulus, ada yang demi fulus (uang)

“Poli-poli” yang ini terlalu sensitive untuk dibahas lanjut. Tidak tega rasanya menyorotinya, karena dari komentar masyarakat sisi negative dan positive nya cukup timpang. Oknum oknum “poli” yang korup telah merusak reputasi mereka. Padahal masih banyak para “poli” yang baik dan patut dijadikan teladan.

Bagusnya rekan rekan menyimpulkan sendiri aja ya, berdasarkan pengalaman masing masing. Cuma agak heran juga, kenapa ada kata “tikus” pada salah satu dari “poli” itu ya?

Salam Berpikir Tanpa Mikir,

Eka Wartana, Penulis Buku Berpikir Tanpa Mikir.

Leave A Response »