POKOKNYA…

Eka Wartana 28/11/2023 1
POKOKNYA…

Oleh: Eka Wartana

Pedagang dan professional ternyata memiliki persamaan dan perbedaan.

Persamaannya: keduanya sama sama memakai istilah “pokoknya”.

Perbedaannya:

Pedagang mengacu pada harga pokok barang jualannya. Misalnya harga jual barangnya Rp 100.000. Harga pokoknys Rp 80.000. Keuntungannya Rp 20.000. Kenapa ya,  pedagang mengatakan keuntungannya 20% (dihitung dari Rp 100.000), bukan 25% (dihitung dari harga pokoknya yang Rp 80.000)? Sebabnya: pembeli akan tahu modal dan keuntungannya, terus menekan harganya terus.

Seorang professional, terutama si boss sering memakai kata “pokoknya” sebagai sikap tidak mau menerima alasan ataupun komentar bawahannya. Keputusannya harus dijalankan!

Ada juga boss yang tidak bisa menjawab argumentasi staff-nya, langsung menembak dengan ‘pokoknya’.

Sikap dengan mengatakan:“pokoknya” akan menutup pembicaraan.  

Tidak semua boss seperti itu. Ada yang demokratis, ada yang otoriter.

Akibatnya:

  • Kehilangan masukan masukan yang mungkin sangat berharga dari staff-nya
  • Sikap apatis dari staff-nya (masa bodoh) yang tentunya merugikan Perusahaan.
  • Kreatifitas dan inovasi terpendam.

Ternyata bukan hanya atasan lho yang suka mengatakan “pokoknya”. Orang tua di rumah juga sering mengucapkan hal yang sama kepada anak anaknya.

Dan sayangnya, seringkali hal itu dilakukannya tidak pada tempatnya. Misalnya, dikatakan ketika keadaan tidak mendesak. Orang tua cuma malas aja melayani argumentasi anaknya. Padahal di situ lah anak belajar untuk melihat benar-salah dari suatu hal, yang bisa memperluas wawasannya.

Ada kah saatnya kapan seorang atasan perlu mengatakan:”Pokoknya”?

Ada! Yaitu di saat kepepet waktu. Ini berhubungan dengan kata kata ‘tidak’:

  • Tidak jelas arah pembicaraannya
  • Tidak jelas argumentasinya
  • Tidak ada waktu lagi untuk segera eksekusi keputusan
  • Tidak tahu lagi jawabannya.

Maka “pokoknya” itu menjadi senjata andalannya.

Apa kta lain dari ‘pokoknya’? “Just do it!” (meminjam iklan NIKE)

Masih ada lagi lho tempat di mana ‘pokoknya’ menjadi senjata manjur, yaitu dalam perdebatan. Termasuk debat capres, cawapres? Bisa jadi……

Saran:

Hindari memakai kata “pokoknya” dalam keadaan normal. Akan lebih banyak kerugiannya dari pada waktu yang dihemat…..

Salam Relative-Contradictive,

Eka Wartana

Author:

Relative-Contradictive dalam Profesi, (pesan buku via WA ke: 081281811999)

Berpikir Tanpa Mikir – Terobosan Cara Berpikir,

To Think Without Thinking – A Thinking Breakthrough,

MindWeb-A New Way of Thinking.

Founder and Master Trainer:

The MindWeb Way of Thinking

Problem-Preventing, The Advanced Competency – The MindWeb Way

#relativecontradictive #problempreventing #tothinkwithoutthinking #berpikirtanpamikir #ekawartana  #karyaanakbangsa #aslikaryaindonesia #mindweb #pokoknya #argumentasi #kreatifitas #eksekusi  

One Comment »

  1. Agus Arifin 28/11/2023 at 10:41 am - Reply

    Zaman nya memanusiakan manusia..,kalau kalau ada boss otoriter sebenar itulah penjajah kemanusiaan,so mari lakukan tugas dgn baik dan benar dan bangun komunikasi dgn bijak..salam buat pak Eka,

Leave A Response »