Kepuasan Tak Berbatas

Eka Wartana 26/10/2023 0
Kepuasan Tak Berbatas

Oleh: Eka Wartana

Usia manusia ada batasnya. Tapi kepuasan manusia seperti tidak ada batasnya. Keduanya sama, tidak diketahui batasnya. Manusia tidak tahu kapan usianya berakhir. Manusia juga tidak (mau) tahu batas kepuasannya…..

Pelamar kerja merasa puas ketika dia diterima bekerja. Setelah bekerja, mulai muncul rasa tidak puasnya, baik atas pekerjaannya (yang dianggap terlalu berat, atau kurang disukai), gajinya (yang dianggap ‘kurang’), atasannya (yang dirasakan terlalu keras), lingkungan kerjanya (yang dianggap kurang mendukung dia), promosi jabatan (yang dirasakan terlalu lama pada posisi yang sama).

Dimana kah batas kepuasan manusia? Batasannya menjadi kabur, berbaur dengan ketidakpuasan yang menjelma menjadi keserakahan, keluhan, ambisi berlebihan.

Akibatnya, tidak ada lagi rasa bersyukur atas semua pencapaiannya selama ini.

Bagaimana kalau batas kepuasannya sangat rendah? Cepat puas atas pencapaiannya. Cepat berada pada zona nyaman nya? Sikap manusia seperti ini akrab dengan kemalasan, kejenuhan, sirnanya semangat dan dipenuhi dengan rasa kurang percaya diri, kekhawatiran akan risiko.

Ketika musim kemarau yang panjang, semua mengeluh kepanasan, sawah dan tanaman kekeringan. Ketika hujan datang, juga mengeluh karena banjir melanda, pakaian tidak kering, jualan es tidak laku. Yang menjadi korban dan sasaran kesalahan itu: alam. Padahal semuanya itu adalah akibat dari ulah manusia sendiri yanag tidak menjaga lingkungan hidup di alam semesta ini. Mengeluh memang paling mudah. Pokoknya yang salah itu pihak lain.

Nampaknya seperti serba salah, bukan? Tak pernah puas, dilabel serakah. Terlalu cepat puas, dicap pemalas.

Kuncinya ada pada titik batas kepuasan

Orang miskin ingin menjadi kaya. Orang kaya ingin semakin kaya. Orang yang berkuasa ingin kekuasaannya tanpa akhir. Orang ambisius maunya pencapaian yang lebih dan lebih. Semuanya seakan tanpa batas! Padahal suatu saat nanti dia akan ‘mati’. Semuanya memiliki garis ‘finish’.

Ketika seorang pejabat pensiun, dia sangat merasa ‘kehilangan’. Dia merasa kehilangan kekuasaan, kehormatan, respek. Kalau dia masih ngotot bertahan, bai katas nama dirinya, ataupun kroninya, dia telah merampok ‘hak’ penggantinya. Sesungguhnya tidak ada yang hilang di saat itu. Itu hanyalah akhir dari satu proses. Tidak perlu menderita menjadi korban PPS, post-power syndrome.

Sikap seseorang memang sering berubah. Dari rasa puas atas pencapaian suatu saat, berubah menjadi haus akan kepuasan ekstra, posisi yang lebih tinggi lagi. Apa bedanya dengan orang yang ‘hyper’ ya? Orang yang hypersexual nampaknya seperti itu juga, ya? Tidak ada puasnya!

Sebagai manusia yang sadar diri, marilah kita melihat di mana batas kepuasan diri kita sendiri. Sadar akan hak sendiri dan sadar akan hak hak orang lain.  

Cegahlah masalah sebelum terjadi. Gantilah mode ‘lupa diri’menjadi ‘tahu diri’…..

Orang yang tidak pernah puas, suatu saat akan tertumpas…..” (The MindWeb Way)

Salam Problem-Preventing,

Eka Wartana

Author:

Relative-Contradictive dalam Profesi, (pesan buku via WA ke: 081281811999)

Berpikir Tanpa Mikir – Terobosan Cara Berpikir,

To Think Without Thinking – A Thinking Breakthrough,

MindWeb-A New Way of Thinking.

Founder and Master Trainer:

The MindWeb Way of Thinking

Problem-Preventing, The Advanced Competency – The MindWeb Way

#relativecontradictive #problempreventing #tothinkwithoutthinking #berpikirtanpamikir #ekawartana  #karyaanakbangsa #aslikaryaindonesia #mindweb #puas #kepuasantanpabatas #ambisi #tahudiri

Leave A Response »