Oleh: Eka Wartana
Artikel ini terinspirasi dari judul buku terbaru karya Kang Ahmad Madu, Sandiwara Kerja. Memang di dunia kerja banyak terlihat permainan sandiwara. Tidak sabar menunggu untuk membaca buku beliau.
Dalam kehidupan, tak banyak berbeda dengan apa yang terjadi di dunia kerja dalam hal permainan ‘sandiwara’. Penulis mengalaminya sendiri.
Orang sukses akan dikelilingi oleh banyak orang. Orang orang itu mengagumi, menyanjung-nyanjung orang yang sukses, orang yang kaya. Ibarat gula yang selalu dikerubungi semut semut.
Hal yang nyata terjadi pada orang tua saya sendiri. Orang tua saya dulunya pengusaha sukses. Banyak sekali teman disekelilingnya. Tapi ketika usahanya jatuh, kami kehilangan segalanya, termasuk kehilangan teman temannya.
Tapi Tuhan masih memberikan teman teman setia. Salah satunya bahkan meminjamkan rumahnya untuk tempat tinggal orang tua kami. Semuanya gratis. Semasa berjaya, ibu saya memang sering sekali membantu orang yang kurang mampu. Memberikan modal tanpa jaminan (tapi bukan KTA model sekarang lho!) untuk membelikan hasil bumi dan memberikan keuntungan kepada mereka.
Banyak sekali contoh contoh dalam kehidupan di mana banyak pemain ‘sandiwara’. Mereka punya ciri-ciri tertentu, diantaranya:
- Bersikap dan bertutur kata sangat manis, seringkali berlebihan. Diiringi dengan senyum yang ceria. Tapi di balik itu selalu tersembunyi pamrih yang menguntungkan dirinya. (pemain sandiwara ‘kan suka pakai ‘topeng’….)
- Memberikan perhatian dan bantuan saat diperlukan, bahkan di saat tidak diperlukan. Sering juga menyelipkan janji janji palsu untuk daya tarik. Semuanya dilakukannya dengan mengharap balasan untuk dirinya.
- Prinsipnya: “Apa untungnya buat aku” (WIIIFM: What is in it for me).
- Prinsipnya:”There is no free lunch!” (“Enak aja mau makan siang gratis”). Bahkan untuk acara bertema (berkedok) sosial pun, ada maunya!
- Ketika kita tidak diperlukan lagi……: “Good bye!”
Sandiwara ternyata bukan hanya dipakai untuk keuntungan diri saja, tapi juga untuk menjatuhkan orang lain. Di perusahaan orang sering membicarakan ‘keburukan’ (yang belum tentu buruk, karena penilaiannya yang subjektif dan negative) orang lain, termasuk boss-nya. Tapi di depan orangnya sikapnya sangat manis.
Dalam kehidupan juga sama lho! Pikiran dan omongan negative seakan sudah menjadi budaya bagi banyak orang. Di depan orangnya memuji-muji, di belakang orangnya memaki maki sampai berbumbu fitnah.
Terlepas dari itu semua, ada juga sandiwara yang bermanfaat lho! Contohnya, ketika ada klien yang complain keras, si salesman tetap ramah, padahal dalam hatinya dia mengumpat kliennya. Si salesman perlu menjaga hubungan baiknya, salah satu caranya ya itu tadi. Berpura-pura sabar dan penuh perhatian. Itu adalah sikap professional yang diperlukan untuk kariernya.
Ada contoh lain di mana bersandiwara tidak merugikan orang lain, tapi merugikan diri sendiri. Misalnya, ketika berkunjung ke rumah teman, dia ditawari makan. Jawabnya:”Barusan kami sudah makan”, padahal perutnya sudah keroncongan. Dia tidak mau merepotkan tuan rumah. Basa basi budaya Timur.
Contoh lain lagi. Istri bertanya:”Bagaimana rasa masakanku, Pak?” Biarpun kurang garam, komentar si suami tetap saja:”Enak masakanmu”. Sekilas nampaknya tidak ada yang dirugikan, bukan? Tapi sesungguhnya ada. Yang dirugikan justru si istri, karena dia tidak akan pernah tahu bagaimana meningkatkan kualitas masakannya.
Nah, sekiranya si suami berkata jujur tentang masakannya, apa yang mungkin terjadi? Bisa mogok masak sang istri. Paling tidak dia merasa sedih. Atau malah berterima kasih karena dengan begitu dia bisa memasak dengan lebih baik? Semuanya tergantung penerimaan si istri.
Serba relative ya? Mau bersikap dan berkata jujur, akibatnya orang merasa tidak senang. Tapi kalau bermain ‘sandiwara’ penuh kepalsuan, hidup ini penuh dusta….
“Dunia ini panggung sandiwara”, kata Achmad Albar dalam lagunya…….
Notes: Kang Ahmad Madu adalah juga penulis buku terkenal “Bukan Asal Cuap” yang ditulis dengan sangat baik, enak dibaca. Beliau juga seorang Trainer Communication Skills dan Leadership yang sangat handal. (Komentar ini bukan ‘sandiwara’ lho, tapi fakta)
Salam Berpikir Tanpa Mikir,
Eka Wartana
Founder, Master Trainer: The MindWeb Way of Thinking.
Author: To Think Without Thinking (in English), Berpikir Tanpa Mikir, MindWeb (Indonesia & English Edition), Relative-Contradictive dalam Profesi, Relative-Contradictive dalam Kehidupan.
Professional Licensed Trainer (MWS International)
Over 33 years of experience in various managerial positions in well-known companies.
#tothinkwithoutthinking #berpikirtanpamikir #mindwebway #mindweb #karyaanakbangsa #karyaorisinal #ekawartana #relativecontradictive #pamrih #sandiwarakehidupan #panggungsandiwara