Gawat Darurat-Komunikasi Medsos

Eka Wartana 15/11/2021 8
Gawat Darurat-Komunikasi Medsos

Oleh: Eka Wartana

Sejak dulu kala banyak orang yang kecanduan rokok. Kemudian beralih ke narkoba. Lalu beralih lagi di zaman sekarang: kecanduan gadget!

Separah itukah dampak gadget? Gadget banyak manfaatnya, sudah tentu. Tapi kalau sampai kecanduan, manfaatnya beralih menjadi mudarat. Air dan api juga bermanfaat sekali untuk manusia. Tapi kalau kebanyakan akan menyebabkan bencana.

Gadgetnya sih bukan masalah, tapi cara pemakaiannya yang membawa masalah besar bagi manusia. Sayangnya, bencana pemakaian gadget tidak disadari oleh kebanyakan orang.  

Situasi ini mirip dengan percobaan kodok dalam panci. Ketika diisi air dingin, si kodok diam sja. Ketika api dinyalakan bertahap, airnya semakin hangat, si kodok masih tenang saja. Ketika air mulai panas, dia masih belum juga beranjak. Ketika air sudah panas sekali, barulah si kodok berusaha melompat keluar. Tapi terlambat sudah! Tidak ada lagi tenaganya yang tersisa. Akhirnya jadilah dia kodok rebus…..!

Kita bukan kodok. Tapi situasinya mirip. Bedanya, kodok berendam di kolam air panas, manusia terjebak di dalam kolam informasi. Informasi tanpa arah. Eh, bukan….! Ada sih arahnya, tapi salah arah!

Sudah begitu banyaknya pesan pesan berseliweran di sosmed, sehingga berdampak serius. Tapi bagi kebanyakan orang, situasi itu biasa biasa saja. Dampaknya tidak dirasakannya.

Kenapa banyak orang yang suka menjadi penyebab banjir informasi (sepertinya lebih pas: tsunami informasi) ini? Ini diantaranya:

  • Hobi berbasa-basi. Kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari dituangkan ke dalam sosmed. Parahnya: hal itu digandakan berkali-kali.

Contohnya: Di kantor orang saling mengucapkan salam ketika bertemu. Ucapan itu tidak dilakukan ke seluruh karyawan, tapi kepada yang dijumpai saja.

Tapi di sosmed, ucapan ditujukan ke semua member group. Kemudian dibalas oleh semua group ke semua member juga. Bayangkan, beban yang dipikul, bukan saja oleh memori gadget, tapi juga bagi membernya: membaca begitu banyak ucapan  yang sama. Belum lagi membalasnya.  

Contoh lain, ucapan selamat ulang tahun. Juga terjadi pelipatgandaan ucapan. Dan jangan heran kalau banyak terjadi copy-paste saja dari ucapan orang lain. bukan ucapan dari hati tapi karena rasa tidak enak hati, kalau tidak ikut mengucapkan.  

  • Hobi berbagi informasi. Saling berbagi informasi sebetulnya bagus. Tapi  kembali lagi, semua yang kebanyakan buruk akibatnya. Lebih parah lagi kalau langsung forward, tanpa disaring dulu. Pantas tidak untuk diteruskan? Hoax atau bukan?

Baik sekali kalau kita pakai 3 pertanyaan Socrates sebelum meneruskan info kita: kebenaran, kebaikan dan kegunaan bagi orang lain?

Informasi yang sama sering diterima dari beberapa orang. Jadinya, banjir informasi. Orang bilang lebih baik kebanyakan dari pada kekurangan? Ada benarnya sih, tapi kalau terlalu banyak, kita bisa mati tenggelam dalam lumpur informasi.

  • Memindahkan YouTube ke gadget. Semakin hari semakin banyak video yang bertebaran. Kiranya tidak perlu lagi kita menengok YouTube? Konten YouTube sudah indekos di gadget! Kalau ada konten bagus yang mau dibagi kiranya lebih baik berikan link-nya saja. Tapi kembali lagi maunya praktis, tinggal forward aja video yang diterima. Sebaiknya pakai link saja, nantinya orang akan terbiasa juga forward link ybs.

Tanpa disadari banyak orang, pemakaian informasi salah arah di medsos sangat besar dampaknya. Lebih banyak dampak buruknya. Beberapa diantaranya:

  • Salah prioritas. Yang penting terlewatkan, yang tidak penting malah diprioritaskan
  • Sikap pasif. Lebih banyak menerima dan meneruskan.
  • Hilangnya wacana bertukar pikiran. Tidak ada diskusi, tidak ada tukar pikiran, tidak ada olah otak. Padahal medsos ini sangat bagus untuk meningkatkan kecerdasan melalui brainstorming.
  • Kata kata menghilang. Banyak yang malas menulis kalimat, pakai yang praktis saja: stickers. Konon ‘satu gambar bisa berbicara ribuan kata’. Kalau  ribuan katanya salah arah dan salah kaprah, gimana dong?

Membalas pesan dengan stickers, memberi komentar dengan stickers. Akhirnya makna komunikasi jadi ‘sticked’, terpaku kaku. Sentuhan personal hilang!

Yang lebih parah lagi: bisa lupa cara berkata kata dan mulai pikun…..

  • Sosialisasi menurun. Namanya sosial media, tapi sialnya, sosialisasinya kok malah menurun. Orang lebih banyak fokus pada dirinya. Berbagi sih iya, tapi banyak yang melakukannya demi eksistensi dirinya. Sosialisasinya banyak yang berbau basa-basi.
  • Peluang untuk Narsis. Usaha untuk menonjolkan diri sendiri, bangga diri berlebihan. Tidak sadar bahwa mungkin lebih banyak orang yang merasa bosan dari pada kagum.
  • Produktifitas kerja menurun. Terjadi penundaan pekerjaan karena yang diutamakan adalah sosmed. Godaannya terlalu besar dan dibiarkan menguasai diri banyak karyawan. Medsos menjadi prioritasnya! Bahayanya, dampaknya merugikan semua pihak, baik karyawan maupun perusahaan. Kecuali? Para operator sosmed yang semakin kaya terus. Oh, iya, ada lagi yang menikmatinya: orang orang yang kurang kerjaan…..
  •  Pesan tidak terjawab. Begitu banyaknya pesan masuk sehingga untuk membacanya saja tidak sempat. Entah karena tidak ada waktu, malas, atau tidak menganggap penting. Tidak ada waktu membalas, apalagi  membahasnya. Banyak pesan yang terlewatkan, baik disengaja maupun tidak. Jadinya: sosialisasi yang asocial…..? Masih untung kalau tidak berubah menjadi sok-sial…..?
  • Mata semakin menderita! Mata ‘diperkosa’, menatap gadget secara non-stop! Derita mata bertambah terus sejalan dengan bertambahnya mata minu/ plus. Dokter mata, pemilik optik akan berterima kasih lho kepada pecandu dan pemakai sesat gadget. Bukan hanya mata lho yang menderita, tapi juga syaraf syaraf dan otot otot tangan, badan (posisi tetap berlama-lama). Bisa obesitas juga lho!

Medsos nya sendiri tidak salah lho! Malah sangat bagus,sangat membantu. Tapi orang yang memanfaatkan medsos tidak dengan benar itu yang menimbulkan masalah.

Sayang sekali ya, awareness orang semakin menipis terbawa arus ‘kenikmatan’ yang salah arah.

Saran untuk komunikasi yang lebih efektif:

  • Kurangi basa basi komunikasi (yang sudah basi dan terinflasi).
  • Kurangi kebiasaan latah mem-forward gambar, video yang kurang bermanfaat. Seleksilah untuk yang bermakna saja.
  • Kurangi sikap narsis berlebihan. Semua yang berlebihan akan mengundang cemooh lebih banyak dari pada pujian.
  • Informasi yang meragukan lebih baik tidak diteruskan. Sudah terlalu banyak hoax yang beredar dan mengganggu kenyamanan banyak orang
  • Hargai usaha orang lain. Kalimat dari orang lain sebaiknya dibalas dan dengan kalimat juga. Menjawab dengan sticker atas kalimat panjang orang lain sama dengan mengabaikan orang itu. Ini salah satu sikap dengan kecerdasan emosional!  
  • Sebaiknya sosmed dijadikan ajang berdiskusi untuk hal hal yang bermanfaat. Selain untuk berbagi keterampilan berdiskusi, menambah pengetahuan, juga untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik. (Ketika sempat ke Los Angeles dulu, saya lihat orang orang tua-muda aktif berdiskusi di beberapa ruangan. Itu di akhir pekan lho! Pantas saja orang orang Amerika begitu mahir berdiskusi dan berargumentasi)

Sekarang ini group group ibarat gudang penuh dengan campuran barang bagus dan rongsokan. Ada barang bagus tapi tak bisa ditemukan karena susunannya yang kacau balau. Sebagian besar yang ditemukan malah barang rongsokan.

Kapan lagi kita mulai membenahi “gudang informasi” kita ya?

Akankah kita biarkan komunikasi kita masuk ICU (Intensive Care Unit) ?

Lihat juga:

 Informasi Tsunami: https://mindwebway.com/2014/12/02/information-tsunami/

Cerdas ber WA-ria: https://mindwebway.com/2016/04/01/lebih-cerdas-ber-wa-ria/

Salam Relative Contradictive,

Eka Wartana

Founder, Master Trainer, The MindWeb Way of Thinking

Author: Relative-Contradictive, Berpikir Tanpa Mikir, To Think Without Thinking, MindWeb

www.mindwebway.com

#mindwebway #mindweb #berpikirtanpamikir #ekawartana #relativecontradictive #medsos #wa #prioritas #basabasi #diskusi #narsis

8 Comments »

  1. Antonius Jois S 16/11/2021 at 6:24 am - Reply

    Bagus sekali informasi dan peringatannya
    pak Eka

    • Eka Wartana 16/11/2021 at 10:15 am - Reply

      Hi Pak Anton, terima kasih banyak ya sudah membaca dan memberi komentar bagus untuk artikel saya.
      God bless you, Pak Anton.

  2. yuwono 16/11/2021 at 9:51 am - Reply

    halo Suhu…
    wah, saya bersyukur, per 31 Maret 2021 saya sudah mematikan seluruh akun MedSos saya, FB, IG dll,
    saya mulai main FB sejak 2007, pas awal awal FB terkenal, hingga berjalannya waktu, saya merasakan bahwa medsos membuat fokus saya menurun dan membuat konsentrasi saya terdistraksi…
    demikian pak…
    salam sehat dan waras selalu

    • Eka Wartana 16/11/2021 at 10:21 am - Reply

      Hallo juga Pak Yuwono yang luar biasa…..
      Begitu drastis ya, Pak, sudah menghapus sosmed itu.
      Senang endengar pengakuan jujur Pak Yuwono tentang fokus dan konsentrasi yang terganggu. Berbeda dengan banyak orang yang tidak sadar akan terjadinya distraksi seperti itu. Mereka melakukan business as usual. Padahal situasinya sudah gawat.
      Salut dengan Pak Yuwono.
      Yang saya lihat parah juga di WA: pesan tak berbalas, kacaunya prioritas dan merosotnya produktifitas.
      Thank you so much, Pak Yuwono untuk komentarnya yang sangat bermutu.
      God bless you, Pak

  3. Rudi Tamrin 16/11/2021 at 10:19 am - Reply

    Air kebanyakan jadi banjir dan tsunami, mematikan. Demikian juga informasi kebanyakan, jadi bukan tambah pengetahuan tapi jadi bikin ruwet hidupnya karena ketidakmampuan mengelola banjir atau tsunami informasi itu. Ini juga mematikan. Solusinya bijaklah bermedsos dan bersosmed.

    • Eka Wartana 29/11/2021 at 6:12 am - Reply

      Wah, rupanya ada pesan dari kolega saya yang luar biasa, Pak Rudi Tamrin. Mohon maaf ya, Pak Rudi, entah kenapa kk pesannya baru telihat.
      Betul sekali, Pak Rudi. Kuncinya, seperti kata Pak Rudi: ketidakmampuan mengelola banjir atau tsunami informasi itu.
      Kita harus pandai. bukan hanya membacanya, tapi juga menulis pesannya (jangan menambah volume banjirnya), forward pesan (yang perlu saja).
      Thanks komentarnya yang bagus, Pak Rudi……

  4. Bambang Haryanto 16/11/2021 at 12:20 pm - Reply

    Tips yang inspiratif dari Pak Eka Wartana. Terima kasih.

    Kita tahu media sosial adalah imperium bisnis. Kita merasa gratis memakainya, tetapi tidak sadar bahwa kita sendiri ini adalah produknya.

    Media sosial berusaha membuat kita berlama-lama di dalamnya. Di balik layar banyak insinyur-insinyur cerdas dari perusahaan media sosial itu berusaha membujuk kita agar kecanduan.

    Itulah tantangan kita semua untuk memahami apa yang terjadi dan berusaha menjaga akal sehat dalam memakainya.

    • Eka Wartana 18/11/2021 at 6:20 pm - Reply

      Betul sekali, Pak Bambang, itu memang maunya si pencipta dan providernya supaya orang kecanduan.
      Mereka tidak pedui dampaknya terhadap pemakainya.
      Yang kita perlukan adalah self control ya, Pak. Jangan mau terbawa arus….
      Terima kasih untuk masukan nya Pak Bambang

Leave A Response »