Otak Koq Diparkir

admin 25/08/2013 0

Emangnya mobil, kok pakai diparkir segala…? Mobil, kalau dibiarkan saja di garasi, tidak pernah dipakai, supaya tetap baru, apa jadinya? Mesinnya akan ngadat, akinya ‘is dead’, bannya kempes, catnya pudar, bodynya karatan……Kalau untuk disimpan terus, untuk apa punya mobil?

Nah, kalau otak diparkir seperti halnya mobil tadi, bukan berarti akan tetap baru (kayak jokes tentang lelang otak itu lho….), karena otak menjadi karatan, sel selnya pada bergelimpangan dan menyusut jumlahnya. Itu persamaannya. Perbedaannya: kalau mobil dipakai terus akan menurun kemampuannya, otak malah semakin canggih, bila semakin banyak digunakan.

Tapi kenapa ya, masih banyak orang yang lebih suka memarkir otaknya, alias tidak memanfaatkannya dengan baik?

Otak kita menyimpan begitu banyak informasi yang kita kumpulkan dari lingkungan, melalui panca indera yang luar biasa, anugerah Tuhan. Sayangnya, informasi yang ada itu, sering kali dilihat secara terpisah, masing masing berdiri sendiri. Akibatnya manfaat informasi itu jadi minimal. Hal ini ibaratkan minum kopi: gulanya ditelan dulu, habis itu, creamernya, terus kopinya, baru terakhir airnya……berabe banget ‘kan? Kalau semuanya diaduk menjadi satu, saling terkait dan menyatu, rasanya….aduhai, sedaaaaap!!

Demikian pula dengan informasi, kalau diolah dengan cara salah, seringkali menyesatkan. Dulu saya pernah ditawari investasi kebun. Return nya 35% dan beberapa teman sudah menikmati hasilnya setiap bulan (baru 2 bulan sih). Nah, kalau hanya mengandalkan info itu saja, keputusannya bisa langsung: ikut invest. Tapi sistim interkoneksi otak saya berkata lain.

Informasi Hasil (yang 35%), Proyek (kebun), Bukti (teman sudah menerimanya), Sumber Dana (untuk proyek diambil dari perorangan), telah memicu otak untuk ‘mendatangkan’ info lainnya: Bank, Bunga Bank (yang hanya 18%), Pemilik Proyek (profitnya pasti lebih besar dari 35%), Kredit Bank (bank lagi gencarnya menawarkan kredit waktu itu). Muncullah si Logika yang melihat interkoneksi antara informasi2 itu, yang kurang klop. Hasil yang 35% dan Bunga Bank yang 18% kok menunjukkan ketimpangan yang kurang masuk akal: kalau profit setinggi itu, pastilah Bank tidak akan menolak kreditnya. Jadi, kenapa si Pemilik Proyek itu tidak ke Bank saja? Jawaban saya jelas: “Tidak!�?. Ternyata akhirnya teman teman saya, termasuk para pensiunan yang menanamkan uang pensiunnya, terpaksa gigit jari karena uangnya hilang, tertipu! Kasihan sekali mereka!

Untunglah sudah sejak lama saya berpikir ala MindWeb (Jejaring Pikiran), dimana otak kita akan secara otomatis menimbulkan informasi informasi yang terkait, ketika memikirkan salah satu dari jejaring pikiran itu. Teman teman yang menjadi korban itu masih berpikir dengan cara partial, individual. Sudah saatnya kita berpikir dengan cara interkonesi, integrasi sehingga sesuatunya bisa kita lihat dengan keseluruhan (holistik).

Kebetulan buku tentang Jejaring Pikiran, MindWeb, terbitan Gramedia Pustaka Utama, sudah beredar di Gramedia diseluruh Indonesia. Dibeberapa outlet Gramedia, MindWeb sudah dipindahkan dari rak Psikologi/ Pengembangan Diri/ Buku Baru ke rak Best Seller / Buku Laris.(WTC Serpong, Pondok Indah, dll).

Mari kita tinggalkan cara berpikir konvensional ke cara berpikir baru: MindWeb, supaya otak kita tidak kita biarkan parkir terus……Kalau punya otak untuk diparkir terus….untuk apa punya otak? Mendingan makan otak otak aja……;-)). (just joking…;-))

Note: MindWeb ditemukan di Indonesia ditahun 1979/ 1980 oleh penulisnya sendiri. Masak ilmu ilmu hanya berasal dari luar negeri melulu? Bukankah sebaiknya mulai sekarang kita memperkenalkan ilmu ilmu yang berasal dari Indonesia?….Versi Inggeris nya in progress, untuk di export keluar negeri.

Best regards,

Eka Wartana

(April 13, 2012, dimuat di milis Profec)

Leave A Response »