Hasil atau Proses?
Oleh: Eka Wartana
“Yang utama itu bukan prosesnya, yang utama itu hasilnya”.
“Tugas kita itu menjamin delivered, bukan hanya menjamin sent”.
Begitu kata Presiden Joko Widodo dalam pidato Pelantikannya tgl 20 Oktober 2019.
Keisengan saya langsung muncul.
Bahwa “Delivered” itu jauh lebih penting daripada “Sent”, betul. Tapi “Delivered” itu belum berarti apa apa kalau belum “Read” (dibaca). Sebelum dibaca, pesannya belum sampai ke si alamatnya, alias belum berupa “hasil”.
Sejauh ini kebanyakan orang lebih menekankan prosesnya daripada hasilnya. Seringkali kita dengar orang mengutip ucapan:”Proses tidak pernah mengkhianati hasil”. Itu berarti hasil akan sesuai dengan prosesnya, bukan? Prosesnya bagus, hasilnya akan bagus. Demikian pula sebaliknya.
Keduanya penting, baik proses maupun hasil. Banyak orang terjebak pada dua sisi ekstremnya. Padahal keduanya saling terkait dalam hal efisiensi dan efektifitas. Proses terkait dengan efesiensi, hasil dengan efektifitas.
Ekstrem 1: Hasil
Penekanan berlebih pada ‘hasil’ bisa membuat orang terjebak pada “menghalalkan segala cara”. “Pokoknya, mencapai hasil”. Kalau mau ditambahkan lagi:” At all cost”. Ini bisa berbahaya karena factor efisiensi jadi terabaikan, apakah itu factor biaya, waktu, energi.
Dalam sales misalnya: sales target tercapai! Tak peduli bagaimana caranya, apakah dengan memanipulasi performance dari product, promosi yang berlebihan, menjelekkan competitor, melupakan etika dan sebagainya.
Target penjualan tercapai. Bagus, bukan? Good, but not good enough! Penekanan ektrem pada hasil bisa mengarah pada terlupakannya hal penting lain: market share. Bisa saja target tercapai, tapi market share-nya turun.
Ada proses yang dilalui untuk mengetahui trend potensi pasar dan kegiatan serta strategi competitor, yang menentukan pangsa pasar.
Penekanannya: produktivitas
Ekstrem 2: Proses
Penekanan pada proses seringkali terjebak pada prinsip:”Sudah saya lakukan”. Hasilnya, itu urusan kedua. Faktor hasil bisa terabaikan, apakah dari segi kualitasnya, ataupun segi pencapaian tujuannya.
Jebakan proses yang ekstrem seringkali mengarah pada prinsip:” Yang penting mengalir aja”. Orang juga sering terjebak dalam rutinitas, miskin kreatifitas.
Contohnya dalam proses penjualan. Salesman mengutamakan jumlah kunjungan ke pelanggan. Kalau target kunjungan tercapai dan call report sudah dibuat, ya sudah. Yang penting atasan melihat dia rajin.
Penekanannya adalah aktivitas.
Proses dan Hasil Sama Sama Penting
Hasil: apa yang ingin dicapai. Proses: cara mencapai tujuan. Hasil tanpa memperhatikan proses akan mengacaukan arah kebijaksanaan. Proses tanpa memerhatikan hasil akan menjadikannya tanpa arah dan tanpa hasil.
Banyak orang bilang: “Proses lebih penting”. Buktinya? Lihat saja pasangan suami istri. Mereka begitu menikmati ‘proses’ nya, maunya melakukannya berulang-ulang. Dengan passion yang tinggi pula! Saking asyiknya, keduanya tak peduli apa hasilnya nanti. Tetap semangat, walaupun hasilnya baru ter-delivered 9 bulan kemudian.
Suatu proses sangat menentukan hasil yang dicapai.
- Bagaimana ada emas dan batubara tanpa proses penambangannya? (Bisa sih beli di toko emas…. Tapi tetap aja ada proses pembeliannya?)
- Bagaimana janin bisa ada tanpa proses pertemuan sperma dan sel telur? (Bisa sih pakai bayi tabung….. tetap aja ada prosesnya)
- Bagaimana produk bisa ada tanpa proses produksinya? (Buah bisa dipetik dari pohonnya, tapi tetap aja ada proses pada pohonnya sampai berbuah)
- Bagaimana penghasilan bisa diperoleh tanpa proses bekerja dan berusaha? (Bisa aja sih, dapat warisan…tapi tetap aja ada proses pengalihan harta. Salesman bisa dapat penjualan dari captive customer, pelanggan yang sudah otomatis membeli dari dia)
- Bagaimana passive income bisa diperoleh tanpa adanya investasi? (Bisa aja sih dapat rezeki nomplok…. Tapi tetap aja ada proses datangnya rezeki yang nomplok).
Dalam kehidupan, manusia tidak terlepas dari proses. Proses yang baik akan memberikan hasil yang baik. Jadi, yang utama yang mana? Keduanya penting.
Seseorang akan pergi dari Jakarta menuju Makassar. Tujuannya jelas: Makassar (hasil). Pilihan (proses) yang ada: dengan pesawat terbang, kapal laut atau berenang (ini yang ekstremnya). Pesawatpun ada pilihannya: Garuda, Citilink, Batik, Lion. Sesudah memilih pesawat masih ada pilihan lagi, first class atau economy. Selanjutnya mau yang di aisle (di gang) atau window (dekat jendela). Terbangnya bisa direct, bisa transit. Transitnya bisa di Surabaya atau di Denpasar. Wah, opsinya banyak sekali, bukan.
Pilihan transportasinya menentukan: berapa lama di perjalanan, berapa biayanya, bagaimana kenyamanannya,
Hasil juga sangat penting. Tujuan ke Makassar tidak akan tercapai kalau salah arah, misalnya nyasar ke Sorong.
Jadi, baik proses maupun hasil sama sama penting.
Kiranya maksud dari Bapak Presiden itu bukan mengabaikan prosesnya, tapi arahan supaya kita tidak terjebak pada proses yang ekstrem seperti diatas.
“Proses tanpa hasil, itu sia sia. Hasil tanpa proses, itu halusinasi”
(The MindWeb Way)
Salam Berpikir Tanpa Mikir,
Eka Wartana
Professional Licensed Trainer (MWS Int), Master Trainer–The MindWeb Way of Thinking, dengan 33 thn pengalaman managerial.
Founder: The MindWeb Way of Thinking, To Think Without Thinking
Author: To Think Without Thinking (English Edition), Berpikir Tanpa Mikir (Indonesian Edition), MindWeb– A New Way of Thinking (English dan Indonesian)
Website: mindwebway.com, FB: www.facebook.com/eka.wartana.5
IG: www.instagram.com/eka.wartana/
Need Training?
Topic: The MindWeb Way of Thinking/ Berpikir Tanpa Mikir, Management, Self-Development, Creativity & Innovation.
Contact: 081281811999 (WA) or eka.wartana@mindwebway.com
#tothinkwithoutthinking
#berpikirtanpamikir
#tanpamikir
#themindwebway
#mindweb
#ekawartana
#proses
#hasil
#ekstrem
#efisiensi
#efektifitas
#rutinitas
#aktifitas
#produktifitas