Sama Tapi Beda
Oleh: Eka Wartana
Ketika saya dan senior saya kembali dari Manila, bagasi kami bertambah karena ada oleh oleh 4 bundel tebal materi training. Teman saya tampil berwibawa, sedangkan saya biasa biasa saja.
Ketika check-in di airport, teman saya marah marah karena diwajibkan membayar kelebihan berat bagasi. Tapi ketika saya check-in, kok gak ada masalah…..gak kena tambahan biaya, padahal bagasi saya excess juga lho. Sama sama penumpang, kok pelayanannya berbeda ya….? Sama berlebih, kok reaksinya berbeda ya? Mungkin karena sikap yang apa adanya, membuat petugas melupakan yang ada…..?
Ada peristiwa lain lagi ketika saya dan anak berangkat ke Padang. Sejak mau masuk ke ruang check-in aja sudah berderet orang antri. Di ruang check-in, antrian penumpang tidak kalah panjangnya. Maklum, ketika itu masa liburan sekolah. ”Masih ramai sekali, Nak, kita tunggu aja dulu disini”, kata saya kepada anak dengan santai.
Eh, gak tak lama berdiri disitu, seorang petugas airlines mendekat, menanyakan mau terbang kemana. Tak ada niat nya meminta sesuatu, hanya membantu. Dia membawa bagasi dan tiket kami. Tak lama dia kembali dengan boarding pass dan resi bagasi kami. Asyiiiiik….! Sementara penumpang lain masih mengantri sambil memasang muka cemberut, kami masuk ke ruang tunggu dengan senyuman….. Sama sama penumpang, tapi beda nasib ya…..?
Kedua kisah itu melukiskan adanya vibrasi emosi. Emosi yang kita pancarkan mendapat reaksi dari orang lain. Ibaratkan istilah dalam bidang computer: GIGO (Garbage In, garbage Out), memasukkan “sampah” akan menghasilkan “sampah” juga. Dalam komunikasi hal itu berubah menjadi GOGI, “sampah” yang kita pancarkan akan kembali kepada kita.
Anak Emas dan Anak Tiri
Sama sama karyawan tapi perlakuan atasan kok berbeda ya. Memang ada atasan yang suka pada bawahan yang pandai ‘menjilat’. Tapi yang kita bahas disini bukan kasus itu. Beberapa bawahan saya sangat rajin bekerja. Kalau pekerjaan tidak selesai pada hari Jumat, mereka meneruskannya sampai Sabtu, bahkan Minggu, tanpa disuruh, tanpa klaim lembur.(mereka bahkan keluar ongkos untuk datang ke kantor!). Maka ketika karyawan itu ada keperluan di hari kerja, saya berikan izin tanpa potong cuti. Bahkan terkadang saya suruh mereka istirahat dirumah untuk menjaga kondisi fisiknya. Cara ini ternyata mampu meningkatkan motivasi karyawan, termasuk karyawan lainnya.
Saya menerapkan disiplin yang ketat tapi flexible di kantor. Karyawan yang ada keperluan sehingga tidak masuk kerja, potong cuti. Tujuannya untuk mengembangkan rasa tanggung jawab karyawan. Itu berlaku juga bagi saya sendiri. Sebaliknya, ‘off’ gratis untuk mereka yang sudah bekerja extra.
Nah, dalam kasus diatas, aturan itu tidak berlaku, seakan karyawan itu menjadi anak emas. Pasti ada karyawan lain yang merasakan perlakuan yang berbeda. Tapi mereka juga tahu alasannya kenapa. “Anak Emas” bukan hanya untuk karyawan tertentu, tapi untuk semua karyawan yang bersikap positive dan bertanggung jawab. (not by person, but by attitude).
Seringkali fairness tidak sejalan dengan konsistensi. Sama sebagai karyawan, tapi beda perlakuan, karena beda pengorbanan mereka. Sekilas cara ini terasa kurang fair ya? Tapi kiranya inilah sikap fair yang sesungguhnya.
Sama Tapi Beda – Dimana Mana
Mari kita lihat lajur busway. Kendaraan tidak boleh lewat lajur busway, kecuali Bus Trans-Jakarta. Ada pengecualian lainnya seperti ambulans, pemadam kebakaran, dll. Sama sama kendaraan, tapi beda perlakuan. Salahkah itu?
Sama sama pejabat, tapi beda penghasilan. Ada yang karena mendapat “hibah” (katanya), ada yang karena makan suap. Ada napi yang tidur di sel sempit, ada napi tidur nyaman di spring bed padahal sama sama napi.
Kecuali
“Karyawan tidak boleh terlambat, kecuali aku”, kata boss….. Kecuali adalah saudara kandung dari ‘Sama Tapi Beda’. Didalam kehidupan kita selalu ada pengecualian.
Ada yang protes, bagaimana dengan kematian? Semua orang mati ‘kan, tanpa kecuali? Tetap aja ada kecualinya:”Kecuali kalau belum waktunya…..”.
Hal hal apa saja ya yang berkaitan dengan Sama Tapi Beda dan Kecuali? Banyak rupanya, misalnya: fairness, konsistensi, fleksibilitas, motivasi, disiplin, diskresi (kebijakan), kompromi, sampai dengan emosi (iri hati, senang, benci, dsb). Dimana mana selalu ada interkoneksi berbagai hal……..
Enak juga ya menjadi orang yang dikecualikan? Enggak juga sih, gimana kalau semua orang masuk surga, kecuali Anda…..?
Salam Berpikir Tanpa Mikir,
Eka Wartana
Penulis buku Berpikir Tanpa Mikir ala MindWeb – A Thinking Breakthrough, MindWeb – A New Way of Thinking (versi Indonesia dan Inggeris).
Selamat sore Pak Eka..
Mantal sekali Pak Eka cuplikan bukunya..
Terimakasih untuk pujiannya, Pak Kim Hase Hidin.
Mohon maaf terlambat membalasnya.
Sukses selalu buat Bapak.
Salam Berpikir Tanpa Mikir,