Information Tsunami
By: Eka Wartana
Alvin Toffler terkenal dengan bukunya “Future Shock” (1970) dimana salah satu topiknya adalah Information Overload. Mengingat sangat besar dan cepatnya informasi menyebar, saya memakai istilah Information Tsunami (Tsunami Informasi). Di internet belum ada istilah Information Tsunami, yang ada hanya Tsunami Information, yaitu informasi mengenai Tsunami. Keduanya berbeda jauh, bukan?
Ternyata ramalan Alvin Toffler benar adanya. Sekarang, begitu banyak informasi yang beredar, didukung oleh kecanggihan information technology (IT). Coba deh kita lihat, dimana mana, baik dirumah maupun dijalanan, di kantor maupun di kampus, ditaman maupun di restoran, orang pada asyik memelototi gadget nya. Lucu banget kalau melihat suasana di restoran, dimana ada suami, istri dan anaknya sedang menunggu pesanan makanannya. Tidak ada yang berbicara, semuanya diam. Mulut sih diam, tapi jari jemarinya lincah bergerak di HP nya masing masing, tidak peduli satu dengan yang lainnya. Kalau dalam satu keluarga saja saling tidak peduli, bagaimana dengan orang lain disekitarnya, ya? Peristiwa seperti itu sangat sering terlihat di mal mal dan ditempat umum lainnya.
Apa saja dampak dari adanya tsunami informasi ini?
Menurut pendapat saya, beberapa dampak dari tsunami informasi ini diantaranya:
- Duplikasi Informasi. Saking banyaknya informasi, seringkali orang menerima informasi yang sama dari beberapa orang. Bayangkan saja kalau seseorang bergabung didalam beberapa group BBM/ WA, duplikasinya menjadi semakin parah. Banyak waktu yang terbuang dengan sia sia.
- Pesan tidak terbaca. Saking banyaknya pesan yang masuk, banyak yang tidak terbaca. Terlalu banyaknya informasi malah berakibat ‘hilang’nya informasi, karena tidak sempat dibaca.
- Pesan tak terjawab. Karena ada pesan pesan yang tidak terbaca, dengan sendirinya berakibat banyak pesan pesan yang tidak terjawab. Selain tidak terjawab, ada juga pesan yang tidak dijawab, karena dianggap tidak penting. Kualitas komunikasi pun cenderung menurun.
- Prioritas bergeser. Begitu bangun pagi, pesan di BBM, WA nya yang paling dulu diintip. Orang tidak bisa jauh dari gadgetnya, seolah olah gadget itu telah menjadi ‘istri kedua’nya. Info info yang menyenangkan, mendapat prioritas utama, mengalahkan informasi penting lainnya. Setiap saat ada bunyi ‘ning-nong’, perhatian langsung beralih meninggalkan apa saja yang sedang dilakukannya.
- Produktifitas kerja merosot. Bagaimana gak turun, kalau karyawannya asyik ber-chatting ria. Setiap saat terdengar bunyi tanda ada pesan masuk dari BBM, WA, pemiliknya langsung tergoda untuk melihatnya. Sekali melihat, eh, keterusan……. Padahal kebanyakan isinya hanyalah hal hal sepele, namun mampu mengalahkan hal hal penting dalam pekerjaan.
- Fungsi e-mail merosot. Orang semakin senang melihat pesan BBM, WA daripada email. Kalaupun ada email, akan dilihat dari gadgetnya. Lama kelamaan, bukan tidak mungkin peran desktop, laptop akan sirna secara perlahan.
- Filing system amburadul. Informasi lewat email akan mudah di kelola. Informasi yang diterima lewat gadget, akan lenyap begitu “clear chat” atau “clear conversation” ditekan. Semakim banyak info yang diterima, akan semakin mempercepat proses clearing chat/ conversation nya.
- Kualitas keputusan menurun. Karena filing system kurang tertata rapi dan banyak informasi yang dihapus, maka pengambilan keputusan pun akan lebih lambat dan dengan kualitas yang lebih rendah. Absen nya informasi penting memperparah kualitas keputusan.
- Mata semakin rabun. Saking asyiknya berchatting ria, orang suka lupa waktu, lupa bahwa matapun memerlukan waktu untuk istirahat. Mata akan cepat letih, karena “disiksa” terus menerus. Tapi disisi lain, situasi ini menguntungkan pihak lain, yaitu dokter mata dan toko kaca mata!
- Kesehatan merosot. Semakin banyak waktu yang dipakai untuk ber-message ria, semakin sedikit waktu untuk bergerak, apalagi untuk berolahraga. Maka tinggallah jari jemari yang semakin kaku karena urat dan otot nya dipakai terus untuk gerakan yang rutin. Peredaran darah menjadi kurang lancar karena kurang bergerak.
Tanpa disadari, kemajuan teknologi informasi telah menyeret manusia kearah yang merugikan. Orang bilang bahwa kemajuan teknologi menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh? Benarkah? Sepertinya tidak benar, karena terlalu banyaknya informasi membuat orang sering mengabaikan pesan pesan yang masuk. Kalaupun tidak bermaksud mengabaikan, pesan yang masuk sering terlupakan, terkubur oleh info info yang datang belakangan. Jadi, Tsunami informasi telah menjauhkan yang dekat dan menjauhkan yang jauh.
Tsunami informasi bisa mengarahkan terjadinya trend lain dimasa depan:
- Orang mulai mengurangi basa basi. Orang akan mulai jenuh dengan ucapan “Selamat pagi”. Kalau satu group terdiri dari 30 – 50 orang setiap member mengucapkan “Selamat pagi”, maka akan ada 30-50 pesan yang sama setiap hari. Belum lagi kalau ada ajakan untuk ngopi berikit gambar segelas kopi, sepotong kue, dan lainnya. Itu baru dari satu group. Bagaimana kalau seseorang ikut beberapa group? Bahkan untuk ucapan yang lebih penting seperti:”Selamat Ulang Tahun” bisa jadi akan semakin jarang. Saya perhatikan ada group email yang tadinya rajin memberikan ucapan selamat ulang tahun kepada member yang lain. Saking banyaknya member, yang bisa mencapai ratusan, hampir setiap hari ada saja yang berulang tahun. Setiap hari pula setiap member mengucapkan ucapan yang sama. Belakangan, orang yang memberi ucapan selamat sudah merosot dengan tajam.
- Lebih selektif memilih group. Karena kewalahan menerima tsunami informasi, maka orang akan mulai memilih group BBM, WA mana yang layak diikuti. Langkah ini dilakukan untuk “menyisakan” waktu untuk bekerja yang sesungguhnya.
- Lebih selektif memilih komentar. Terbatasnya waktu memaksa orang untuk memilih, mana yang mau dibaca, mana yang diberi komentar, sementara yang lainnya dilupakan saja.
- Pesan semakin singkat. Banjir informasi dan terbatasnya waktu bisa jadi memaksa orang untuk mempersingkat pesan yang dikirim. Nama nama orang semakin tidak penting untuk disebutkan.
- Semakin sedikit gambar gambar, foto foto dan video yang tidak begitu penting. Dikecualikan dari ini adalah untuk orang orang yang hobi berbagi, walau tidak tahu bagaimana orang orang harus berkali (kali) membuka foto, video nya itu. akan semakin banyak orang mengirimkan link-nya saja ke youtube dan lain lainnya.
- Tidak peduli akan nasib matanya. Sepertinya nasib sang mata tidak berubah. Keasyikan memelototi gadget telah membutakan pertimbangan akan kesehatan matanya.
- Banyak orang yang kecewa. Karena pesannya tidak ditanggapi, entah karena terlewatkan atau karena kalah prioritas dengan pesan lainnya, orang merasa kecewa. Hubungan antara si pengirim dan si penerima pesan akan semakin jauh.
Saya mengerti sekali bahwa akan banyak orang yang tidak setuju dengan pendapat diatas. Kebanyakan orang hanya akan melihat dari satu sisi saja yaitu sisi kesenangan diri. Hanya sedikit yang mau melihat dampaknya secara luas dan menyeluruh (holistic).
Apabila kita diminta untuk memilih, akankah kita menjadi penyebab terjadinya tsunami informasi ataukah menjadi korbannya…..? Atau keduanya…..?
Salam MindWeb,
Eka Wartana
Penemu metode dan penulis buku MindWeb, konsep Berpikir Tanpa Mikir
Professional Licensed Trainer.
Artikel menarik, membuka sudut pandang baru untuk perpikir dari sisi yang berbeda. Sangat bermanfaat dan inspiratif. Trimakasih banyak Pak Eka Wartana. Ada beberapa hal yang bisa saya jadikan referensi dan inpirasi untuk kehidupan sehari-hari dan bisnis saya seperti “pandangan tentang dampak tsunami informasi”. Sekali lagi maturnuwun pak Eka. 😉
Hallo Pak Dion,
Mohon maaf ya, terlambat banget response nya…..dampak dari tsunami informasi…he..he..
Ribuan komentar yang ngaco (Spam) sehingga jarang sekali saya intipin.
Syukurlah kalau tulisan saya itu ada manfaatnya, Pak.
Banyaknya informasi telah membuat hilangnya prioritas…..
Salam, Eka Wartana