Kepedulian Dibalik Makian

admin 12/12/2016 0
Kepedulian Dibalik Makian

Kepedulian Dibalik Makian

Oleh: Eka Wartana

Yang buruk itu selalu lebih menonjol, tapi yang menonjol itu tidak selalu buruk….. Benarkah….?

Kalau saja jalanan bisa merekam semua suara suara para pengendara…., merasakan emosi mereka…..dia akan stress berat. Bagaimana tidak, setiap detik akan terdengar ribuan caci maki para pengendara. Seisi kebun binatang dikeluarkan semua: ”Monyet”……, “Anjing”……, “Babi”……, “Kuda”…eh, yang ini gak pernah dipakai ya, kecuali buat oang yang mau diperkuda……(yang jelas tidak ada hubungannya dengan Lebaran…..)

Pengendara mobil memaki pengendara motor karena berjalan ditengah jalan. Pengendara motor memaki pengendara mobil karena merasa diserempet. Dibalik itu semua, ada satu hal yang menjadi dalangnya, yaitu rasa peduli.

Peduli memiliki dua muka: peduli akan diri sendiri dan peduli akan orang lain. Ada pengendara yang peduli dengan kepentingannya sendiri dan tidak mau ada kendaraan lain yang menghalangi jalannya. Ego-nya menjadi penguasa.

Ada juga pengendara yang suka mengomel terhadap pengendara lain. “Kenapa sih motor ini kok jalannya ditengah!” “Kenapa sih, mobil itu klakson terus, ‘kan sama sama bayar pajak….!” Tanpa disadari, dibalik itu semua ada rasa peduli yang tersembunyi. Mereka tidak ingin pengendara lain itu celaka. Apalagi kalau mereka melihat ada anak kecil diatas motor. Ada niat baik yang tersembunyi dan seringkali tak terlihat. Kebanyakan orang melihat sesuatu hanya dari satu sisi, sisi yang keliru. Mereka lebih terfokus pada hal yang buruk. Kepedulian akan keselamatannya dibalas dengan omelan dan makian.(Pilih mana sih: di klakson atau di tabrak…?)

Mereka cenderung menempatkan dirinya sebagai “korban”, orang yang ter-dzolimi, tanpa disadarinya. Padahal tidak selalu seperti itu kejadiannya, terutama kalau logika ikut bermain. Sayangnya orang lebih suka membawa perasaannya (baper), tanpa melihat dari sisi lainnya.

Selalu ada sesuatu yang baik dari setiap masalah. Ingat ‘kan ungkapan metafora: ”Every cloud has a silver lining”? Kenapa ya, orang lebih suka melihat awan yang menutupinya dan mengabaikan secercah harapan dibalik sinar peraknya?

Sebenarnya orang bisa saja memilih untuk netral. “Kenapa aku harus pusing mikirin pengendara lain, mereka ‘kan sudah dewasa. Kalau mereka nantinya celaka, itu adalah resikonya berkendara motor ditengah jalan…..” Jadi, untuk apa kesal, untuk apa memaki…..? Tinggal cari celah kosong untuk menyelip, selesai dah tuh barang…..

Ketika dimarahi oleh atasan karena pekerjaannya dinilai kurang bagus, karyawan marah, jengkel dan terdemotivasi. Siapa yang rugi….? Emosi marah, jengkel itu luar biasa lho kuatnya. Sekiranya energi marah yang kuat itu dibalik menjadi pemicu semangat…… wah, hasilnya akan luar biasa! Kok banyak orang yang masih mau rugi dua kali ya: sudahlah dimarahi atasan (dinilai kurang baik), semangat jeblok pula!

Benar rupanya kata para ahli bahwa sebagian besar dari pikiran manusia bersifat negative, cenderung melihat sesuatu dari sisi yang buruknya. “Susah”, “Tidak mungkin”, “Mana bisa”, plus berbagai alasan pembenaran untuk melihat sisi buruk dari orang lain.

Apakah ini disebabkan karena orang lebih suka baper daripada balog…..? Bukankah lebih baik bila baper-nya seimbang dengan balog-nya?

Telah terjadi inflasi perasaan sehingga logika menjadi mahal…….makanya sering terjadi koperkorban perasaan!

Article terkait:

Rugi Dua Kali, https://mindwebway.com/?p=1240

Berpikir Minus-Menjadikan Diri Korban https://mindwebway.com/?p=1380

Salam Berpikir Tanpa Mikir,

Eka Wartana

Founder The MindWeb Way of Thinking, Penulis Buku Berpikir Tanpa Mikir ala MindWeb, Professional Licensed Trainer (MWS), Praktisi berpengalaman 33 thn dibidang Management

mindwebway.com , www.facebook.com/eka.wartana.5

Leave A Response »