Pleasure and Pain
Oleh: Eka Wartana
Ada quotes yang sangat menarik, yang berbunyi:
āAll humans are motivated to
- seek pleasures and avoid pains
- seek hope and avoid fear
- seek social acceptance and avoid rejection ā (Hooked)
Semua manusia termotivasi untuk mencari kesenangan dan menghindari sengsara. Sudah banyak motivators yang mengungkapkan quote ini (sayangnya tanpa menyebutkan itu quote-nya siapa ā¦..?). Prinsip Pleasure ā Pain diperkenalkan pertama kali oleh Sigmund Freud, Psychoanalyst.
Prinsip dasar manusia mencari kesenangan dan menghindari sengsara ada benarnya juga ya? Tetapi, rasanya didalam kehidupan manusia kok ada yang tidak seperti itu ya. Konsep Interkoneksi The MindWeb Way selalu mengajak kita untuk melihat dari sisi yang lain:
- Mencari sengsara, baik dengan sengaja atau tidak. (Seek pains by purpose or by mistake). Kok gak sadar dia, ya? Dia bermalas-malasan sehingga tidak punya uang untuk makan. Sudah itu mengeluh bahwa Tuhan tidak adilā¦(?!?). Ada yang menyakiti orang lain sehingga membuat orang lain sengsara. Ada yang membuat rakyat sengsara (lewat korupsi), akhirnya dia sendiri masuk penjara. (korban ganda).
- Sengsara dulu, untuk senang kemudian (Seek pains for future pleasures). Kesenangan seringkali berawal dari āsengsaraā. Contohnya, orang yang bekerja keras memeras keringat dan otak untuk masa depannya. Sengsara tidak selalu dihindari, bukan? Malah dicariā¦! Tujuan akhirnya tetap āsenangā, tanpa mengharamkan āsengsaraā.
- āMencariā sengsara akibat dari senang yang berlebihan (āSeekā pain as a result of excessive pleasures). Kesengsaraan seringkali berasal dari kesenangan. Tanpa disadari, orang hidup berfoya foya dimasa muda, kemudian sengsara di hari tua. Ada yang bermain api (asmara) dengan mantan pacar, akhirnya keluarganya berantakan.
- Mencari sengsara dan senang, sekaligus (āSeekā pain and pleasure at the same time). Kesenangan bisa seiring dengan kesengsaraan. Orang berolahraga sampai letihpun tetap dirasakan nikmat. Dia āsengsaraā tapi senang.
Keringat bercucuran bermain tenis, bukan masalah baginya. Tapi kalau disuruh mengepel rumahā¦..? Keringatnya boleh sama banyak, tapi kok level senang-nya beda yaā¦..? Ngepel lantai, lebih sering terasa sebagai pain daripada pleasureā¦.. (buat pembantu mungkin beda yaā¦.dia akan sengsara kalau disuruh main tenisā¦ā¦).
Nampaknya, pleasures bisa berubah wujud menjadi jebakan menuju āsengsaraā, dan pains berganti rupa menjadi mutiara menuju āsenangā.
Bagaimana mengubah āsengsaraā menjadi āsenangā? Sepertinya jawabannya mudah ya: āYa, nikmati aja kesengsaraannya!ā. Maka kitapun akan menjadi senang. Tapi bagaimana menyenangi kesengsaraanā¦.? Lagi lagi jawaban mudahnya:āGanti aja kata āsengsaraā dengan yang lain!ā Sengsara diganti menjadi senang yang tertunda, atau perjuangan menuju puncak gunung kesenangan⦅atau mencoba mengungkap, apa sih yang tersembunyi dibalik āsengsaraā ini? Sepertinya diperlukan perubahan sudut pandang ya? (reframing).
Dalam menghadapi semua situasi, hanya 10% yang tidak bisa kita apa-apakan. Sisanya yang 90% tergantung bagaimana kita menanggapinya. Teori ini diperkenalkan oleh pakar 7 Habits of Highly Effective People: Stephen Covey, yang dikenal dengan 90/10 Principle:
10% of life is made up of what happens to youā¦
90% of life is decided by how you react.
Jadi, 90% dari yang kita hadapi itu hasilnya tergantung dari cara kita memberi tanggapan terhadap situasi yang kita hadapi. Kendali ada di tangan sendiri.
Sengsara bisa kita hadapi dengan omelan, protes, keluhan. Atau kita hadapi dengan sikap optimis, mencari opsi opsi untuk mengatasi masalah, mencari informasi yang diperlukan, berkomunikasi dengan teman teman, dan langkah positive lainnya. Maka keduanya akan memberi hasil yang berbeda.
Baca selengkapnya: 90/10 Principle
Salam Berpikir Tanpa Mikir,
Eka Wartana,
Penulis buku BERPIKIR TANPA MIKIR ala MindWeb (telah beredar di Gramedia seluruh Indonesia)
mindwebway.com
Keren pak Eka, metode berpikir tanpa mikir juga menggunakan konsep Yin Yang dalam penjabaran nya.
Iya, ya, Bu Julia Deng. Boleh bantu menjabarkannya untuk kami?
Saya kurang mengerti tentang Yin dan Yang.
Thanks a lot Bu Julia.
Salam Berpikir Tanpa Mikir,