Sayang Mata
Oleh: Eka Wartana
Tadinya tulisan ini mau diberi judul “Sayangilah Matamu”….. tapi terus teringat pisuhan arek arek Suroboyo, ‘matamu’, jadi batal deh judul itu…. (sebelum diprotes orang).
Kita sering mendengar protes keras masyarakat terhadap kekerasan dan kekejaman orang terhadap gender atau etnis tertentu. Seringkali korban disiksa. Tanpa disadari, kita sering menyiksa mata sendiri, termasuk para pemrotes tadi.
Contoh contoh penyiksaan terhadap mata:
- Memaksa mata membaca tulisan yang jauh dan kecil. Kalau saja mata bisa berbicara, maka si pemilik mata akan mendengar rintihan kedua matanya.
- Memaksa mata melihat orang diatas kendaraan yang sedang berpapasan dengan kencang. Mata dipaksa beradaptasi dengan perubahan jarak dalam waktu yang sangat singkat. Bila masing masing kendaraan 60 km/jam saja, itu berarti mata harus menyesuaikan (dengan paksa) melihat satu objek yang berkecepatan 120 km/jam (karena arahnya berlawanan).
- Memaksa mata untuk memelototi pesan pesan di HP via Whatsapp, Twitters, dll secara non-stop, tanpa istirahat. Dan mata dilarang protes! Sementara senyum tersungging dibibir pemilik mata ketika membaca berita lucu, si mata menderita, dipaksa bekerja rodi melayani si pemilik.
- Lupa berkedip. Saking trance nya si pemilik, mereka lupa untuk membasahi matanya melalui kedipan. Kedipan (genit) malah diberikan kepada gadis cantik yang ditatap dan ingin digodanya.
Siksaan siksaan diatas itu menjelaskan dengan gamblang, kenapa mata yang sudah minus terus bertambah minusnya. Kalau sudah begitu solusinya mudah: perkaya dokter mata dan toko kaca mata. Hitung hitung membantu sesama…..orang berduit. (Mohon maaf kepada rekan rekan dokter mata dan pengusaha kaca mata, itu bukan salah Anda kok…..tapi itu sudah jalan datangnya rezeki yang patut disyukuri).
Menyadari penyebab penyebab diatas, saya sudah menghindari situasi situasi seperti itu. Alhamdulillah, Puji Tuhan, minus mata saya yang min 1 bertahan selama lebih dari 30 tahun, sampai sekarang. Selama itu saya tidak mau memakai kaca mata lho! Dan dalam waktu kerja, lebih banyak didepan laptop. Dengan bertambahnya usia, minus nya sudah berkurang lagi. Perusahaan bisa menghemat uang pengganti kaca mata dan biaya dokter mata.
Oh, iya, ada satu hal lagi. Setiap membaca pesan WA, mata terasa letih, walau hanya beberapa menit. Sesudah membaca WA, huruf huruf di koran terlihat kabur dan ‘mengecil’….. Karenanya, saya selektif membaca pesan pesan di WA. Terdorong untuk membantu teman teman untuk menghindari masalah mata, saya menulis artikel berjudul Lebih Cerdas Ber WA-ria di website mindwebway.com
Banyaknya ucapan basa basi di WA (Selamat pagi, dst), selamat ulang tahun (yang berulang tahun satu orang, tapi diucapkan oleh banyak orang untuk semua member group?), ucapan duka cita (yang berduka satu orang, yang diucapin semua member group?). kiranya sudah saatnya pengguna WA dan lain lainnya untuk mengirim pesan kepada orang yang bersangkutan saja. Cara ini turut menyelamatkan mata kita…….
Nasibmu, oh, mata…….sering disiksa oleh tuanmu…….!
Sayangnya kamu tidak punya Komnas HAM, apalagi Komnas HAMa – Komisi Nasional Hak Asasi Mata……
Salam Berpikir Tanpa Mikir,
Eka Wartana – bukan dokter mata.