Oleh: Eka Wartana
Lebih enak jadi orang kaya! Ya, iyalah, lebih enak. Barang apa saja yang dia mau, bisa dibelinya. Mau liburan kemana dia mau, dia bisa pergi.
Tapi, bukan hanya itu lho! Selain bisa menikmati kekayaannya, dia juga memperoleh perlakuan yang berbeda. Mereka memperoleh perlakuan yang Istimewa dibandingkan dengan orang lain pada umumnya.
Ketika mau deposito, orang kaya memperoleh bunga yang lebih tinggi.
Minta fasilitas kredit, mereka diberi bunga yang lebih ringan, proses nya lebih cepat dari pada orang yang tidak kaya.
Sepintas kebanyakan orang akan menganggap pelayanan terhadap nasabah begitu diskriminatif. Sesungguhnya tidak seperti yang mereka duga. Mereka tidak melihat sisi lain yang bersifat relative.
Kenapa ada diskriminasi? Salahkah pihak bank? Dari sisi sosial, orang menilai pelayanan yang tidak adil. Tapi dari sisi bisnis, tidak sepenuhnya benar.
Bank melihat dari besarnya nilai deposito, volume bisnis dan juga faktor keamanan investasinya. Orang kaya, perusahaan besar dianggap lebih aman untuk berbisnis karena adanya jaminan. Padahal volume besar membawa risiko yang lebih besar. Banyak orang kaya yang kabur, lari dari tanggung jawab. Tapi itulah bisnis.
Jadi, cukup wajar ‘kan kalau orang kaya mendapat bunga deposito yang lebih besar dan bunga pinjaman yang lebih kecil?
Kontradiksi nya di mana? Orang kaya berpoteni bertambah kaya, orang miskin bertambah miskin
Masih ada lagi diskriminasi lainnya. Misalnya, kado pernikahan. Untuk orang kaya, amplop yang diberikan lebih tebal. Orang merasa malu kalau memberi amplop yang nilainya sedikit. Apalagi kalau acaranya diadakan di hotel mewah.
Apakah orang yang sudah kaya menginginkan amplop tebal sebagai kadonya? Sepertinya iya juga lho! Aneh tapi nyata. Itulah kontradiksi kehidupan. Tapi ada juga lho orang kaya yang baik hati. Mereka tidak menerima kado dalam bentuk apa pun.
Bagaimana sikap orang, kalau yang mengundang itu orang biasa? Cukup amplop berisi sekedar nya saja. Padahal mereka lebih membutuhkan nya daripada orang kaya. Nilai uang didalam amplop itu relative. Di mata orang kaya, nilainya bisa dibilang kecil, tapi untuk orang biasa nilainya sudah besar.
Bila ada pengusaha besar meresmikan usaha barunya, atau pejabat yang mendapat promosi jabatan, dibuatlah iklan ucapan selamat satu halaman penuh di koran ternama. Biaya ratusan juta tidak masalah.
Herannya, memberikan ucapan selamat kepada si pejabat kok dimuat di koran. Apakah ucapan selamat itu ditujukan kepada semua pembaca? Demikian pula kalau ada pejabat atau keluarganya yang meninggal, dimuat di koran seakan yang meninggal itu adalah keluarga para pembaca.
Ah, itulah cara berpikir orang lugu. Iklan itu pasti bukan sekedar ucapan selamat atau turut berduka cita. Tapi ada sesuatu dibalik itu. (ada udang di balik iklan).
Ada lagi perlakuan berbeda dari orang orang saat berbelanja. Ketika berbelanja di supermarket, mereka langsung membeli nya. Tidak ada cerita tawar menawar. Ya, iyalah, karena harga supermarket itu ‘kan harga mati, tidak bisa ditawar!
Tetapi, ketika berbelanja di tukang sayur, begitu gencar dia menawar harganya! Kalau tidak menawar, kurang asyik, katanya ! Kasihan si tukang sayur…..
Penjual kaya dimanja, penjual miskin diperas. Tapi pada kenyataannya tidak begitu juga lho! Karena selalu ditawar, tukang sayurpun pintar. Mereka naikkan dulu harganya sebelum ditawar! Akibatnya: tidak pernah ada kepastian harga!
Pembelajaran:
Marilah kita melihat diskriminasi itu secara proporsional dan dari berbagai sudut pandang. Diskriminasi itu ada berbagai macam, ada diskriminasi rasial, sexual, social dan ada juga pertimbangan bisnisnya.
Perlakuan distriminatif terjadi di mana-mana. Tidak usah berkecil hati dan cobalah melihatnya dari berbagai sudut pandang. Kalau hanya melihat dari satu sisi, maka yang terlihat hanyalah ketidakadilan.
Bila menginginkan perlakuan yang sama dengan orang kaya, maka jadilah orang kaya. Kalau tidak kaya harta, ya kaya ilmu, kaya ibadah.
Ada lagi orang yang memilihkaya “nama”. Orang yang terkenal juga bisa mendapatkan prioritas lho! Semua nya dimulai dari memelihara mental kaya terlebih dahulu.
Source: Buku Relative-Contradictive dalam Profesi (author: Eka Wartana)
Salam Relative-Contradictive,
Eka Wartana
Founder, Master Trainer, The MindWeb Way of Thinking
Professional Licensed Trainer, MWS International
Author: Relative-Contradictive, Berpikir Tanpa Mikir, To Think Without Thinking, MindWeb
Over 30 years of experience in various managerial positions
Website: www.mindwebway.com
#mindwebway #mindweb #berpikirtanpamikir #ekawartana #relativecontradictive #karyaanakbangsa #interconnection #proses #diskriminasi #keadilan