Perfeksionis
Oleh: Eka Wartana
“Mau yang terbaik? Usahakan!
Mau yang sempurna? Lupakan!
Perfeksionis: sumber derita bagi orang lain dan diri sendiri”
(The MindWeb Way)
Apa salahnya dengan perfeksionis? Gak salah sih, cuman gak cocok aja untuk manusia. Ibarat makanan pedas untuk orang yang sakit maag. Makanannya tidak salah, tapi makan untuk orang yang sakit maag tidak pas karena berakibat parah bagi pelakunya.
Mencapai yang terbaik atau menjadi orang yang terbaik itu sah-sah saja. Setiap orang kiranya perlu terus berusaha untuk mencapai yang lebih baik dan lebih baik menuju yang terbaik.
Mencapai yang sempurna (perfek) itu sepertinya berbeda sekali ya. Selalu akan ada yang salah. Bayangkan kalau kita punya boss yang perfeksionis. Situasi dan kondisinya selalu dianggap salah, padahal sudut pandangnya yang salah.
Si boss merasa menderita dan stress setiap saat karena bawahannya tidak pernah memuaskan seleranya. Ada saja kesalahannya. Bawahannya? Lebih parah lagi! Hidupnya penuh stress yang diciptakan oleh atasannya. Untuk orang yang perfeksionis, pernahkah kemauannya tercapai? Pernah sih, tapi hanya dalam imaginasi and ilusi. Kesempurnaan itu adalah sumber derita yang sempurna buat manusia. Manusia kok mau bersaing dengan Tuhan ya….?
Mencari jodoh pun tidak usah yang sempurna, karena: tidak akan pernah ada, dan apakah diri kita sendiri juga sempurna? Pantaskah yang tidak sempurna memimpikan calon yang sempurna?
Apa ya bedanya “terbaik” dan “sempurna”?
“Terbaik” itu sifatnya relative. Akan selalu ada yang lebih baik. Walaupun nampaknya “terbaik” itu adalah hasil (yang absolut?), tapi sesungguhnya hal itu lebih mengacu pada proses. Dasarnya: bagaimana prosesnya untuk mencapai yang terbaik. Yang terbaik saat ini belum tentu terbaik di masa mendatang.
Lalu, sempurna itu apa dong? Sempurna bersifat absolute, mutlak.
Perbedaan itu menurut pendapat saya, lho. Mungkin ada yang kurang sependapat, itu wajar saja kok. Itu membuktikan bahwa pendapat itu sifatnya relative….. bukan sempurna….
Ternyata ada kemiripan ya antara pendapat dan pendapatan. Pendapatan yang sama pun seharusnya absolut tapi kok ya relative. Buat satu orang gaji Rp 10 juta itu besar, buat orang lain gaji itu masih kecil. Absolut yang relative!?! Kok bisa ya…..?
Lumayan pusing juga ya, berpikir tentang hal itu? Bagusnya sih gak usah mikir….berpikir tanpa mikir…..!
Salam Berpikir Tanpa Mikir,
Eka Wartana
Professional Licensed Trainer (MWS Int) dengan 33 thn pengalaman managerial.
Founder: The MindWeb Way of Thinking, To Think Without Thinking
Author: To Think Without Thinking (English Edition), Berpikir Tanpa Mikir (Indonesian Edition), MindWeb– A New Way of Thinking (English dan Indonesian Edition).
Website: mindwebway.com,
FB: www.facebook.com/eka.wartana.5
IG: www.instagram.com/eka.wartana/
Training, Book Order: eka.wartana@mindwebway.com
#tothinkwithoutthinking #berpikirtanpamikir #mindwebway #mindweb #ekawartana #perfeksionis #perfectionist #relative #absolut #terbaik #sempurna