Klakson dan SP
Oleh: Eka Wartana
Kalau kita perhatikan, ada persamaan antara klakson dan Surat Peringatan (SP).
Persamaannya:
Mengingatkan. Klakson dibunyikan untuk menghindari kecelakaan dan menyelamatkan orang lain. SP dibuat supaya orang tidak mengulang kesalahannya.
Perbedaannya:
Klakson dibunyikan sebelum masalah (kecelakaan) terjadi. SP dibuat karena adanya masalah sudah terjadi.
Yang Menarik
Ada hal hal yang ekstrem pada keduanya, klakson dan SP.
Klakson dibunyikan berlebihan, bisa jadi karena:
- Masa kecil tidak puas. Membunyikan klakson memberi kepuasan tersendiri buat dia. (kebutuhan bawah sadar).
- Tidak sabar, kesal, marah. Misalnya, mobil didepannya berjalan lambat atau menghalangi jalannya sedangkan dia kepepet waktu. Orang seperti ini bisa jadi darah tinggi atau yang mudah stress.
- Arogansi dan ego berlebihan. Dia membunyikan klaksonnya yang sangat keras, untuk menunjukkan bahwa dia harus dihargai (biasanya yang minta dihargai karena tidak punya harga diri). Orang seperti ini bisa jadi mempunyai kecenderungan kelainan jiwa (?).
- Memanggil pembantu. Karena malas, tekan klakson supaya pembantu membukakan pintu pagar. Orang seperti ini bisa jadi pemalas, atau yang mau hemat energi (padahal badannya cukup berbobot, masih juga menghemat energi). Padahal ada lho bel dengan remote yang bisa dibunyikan dari dalam mobil.
Dampak dari klakson yang keras atau berlebihan:
- Mengejutkan orang. Orang yang jantungan bisa langsung meninggal
- Mengejutkan bayi. Bayi seringkali kaget mendengar suara keras.
- Membuat kesal dan menyumpahinya (kalau banyak yang menyumpahi orang itu, maka nasibnya bisa sial beneran)
- Bisa menimbulkan keributan dan perkelahian. Orang sering naik pitam kalau di beri kalkson yang mengganggu.
Tapi ada juga klakson yang dibunyikan tidak sengaja, yaitu oleh maling yang mau membongkar mobil….
SP dikeluarkan karena:
- Keperluan perbaikan cepat dan supaya tidak terulang.
- Menutupi kelemahan leadership-nya.
- Supaya orang takut dan nurut.
- Menunjukkan kepada atasannya bahwa dia tegas terhadap bawahannya.
- Ada niat untuk menyingkirkan karyawan itu.
Dampaknya:
- Karyawan merasa takut, sehingga kurang produktif
- Hilangnya inisiatif karyawan.
- Munculnya sikap masabodoh.
- Berkembangnya sikap ‘menjilat atasan’, ‘mencari muka’ untuk menghindarkan SP.
- Berkembangnya disiplin palsu.
Saya sendiri sangat jarang membunyikan klakson. Dulu saya pakai bell remote yang dibunyikan dari mobil. Sekarang setiba dirumah buka pagar sendiri. Bukannya rajin, tapi karena tidak ada pembantu…..ha ha ha. Tapi seseungguhnya, bukan, bukan itu sebabnya. Bukankah lebih baik pembantu bekerja daripada menunggu-nunggu bell? Selain itu, bagus lebih banyak bergerak, supaya bobot badan bisa terkendali……
Saya juga hampir tidak pernah memberikan SP kepada bawahan. Saya lebih suka mengarahkannya. Kebanyakan kesalahan yang terjadi karena kpmpetensinya kurang, bukan disengaja. Dengan diskusi sambil mengarahkan bawahan yang membuat kesalahan, ternyata hasilnya sangat bagus. Kemampuan mereka meningkat cepat dan kesalahan yang terjadi menjadi sangat minimal.
Nah, bagaimana kalau karyawan melakukan kesalahan dengan sengaja? Ya, dipecat aja. Itu sudah masalah attitude, bukan kemampuan lagi…..
Sepertinya ada relevansinya antara membunyikan klakson dan memberi SP. Orang yang sering mengklakson, juga hobi memberikan SP kepada bawahannya. Benarkah?
Jawaban iseng:”Tidak benar, untuk orang yang tidak punya bawahan….” Ha ha ha…..
Salam Berpikir Tanpa Mikir,
Eka Wartana
Professional Licensed Trainer (MWS International) with 33 yrs of managerial experience.
Founder The MindWeb Way of Thinking
Author Berpikir Tanpa Mikir, To Think Without Thinking (English Edition), MindWeb (Indonesia & English Edition).
Training needs: eka.wartana@mindwebway.com, WA 081281811999
Book needs: WA 081281811999, Amazon.com, getscoop.com (ebook)
#berpikirtanpamikir #tothinkwithoutthinking #mindwebway #ekawartana #trainer #mindwebwayofthinking #klakson #suratperingatan #SP