Netral

admin 05/01/2015 0
Netral

Netral                                         

Oleh: Eka Wartana

Dalam pilpres lalu ada satu partai yang mengaku tidak berpihak. Disatu sisi partai itu walk-out, sehingga memenangkan posisi koalisi yang satu tapi disisi yang lain, setuju untuk pemilihan langsung, yang memihak koalisi satunya lagi. Kelihatannya, partai itu plin plan ya? Lihat-lihat arah angin? Apakah itu sikap netral?

Netral sering digunjingkan orang sebagai sikap yang tidak berprinsip, plin-plan, tidak berani mengambil resiko dan berbagai titel lainnya. Orang yang menjalin hubungan dengan dua orang pacar, bingung mau memilih yang mana. Akhirnya dia bersikap netral kepada keduanya dan mencari pacar yang lain lagi……

Netral seringkali di vonis ‘guilty’ sebelum adanya proses peradilan dan pengadilan. Karena sudah banyak orang yang membicarakan hal hal buruk tentang sikap netral, yuk kita berinovasi sedikit untuk melihat sisi baik dari netral.

Seorang hakim yang baik, bersikap netral sebelum memutuskan perkara. Dia tidak memihak. Tetapi, dia tidak akan bisa bersikap netral kalau dia menerima suap. Jadi, netral adalah musuhnya suap, yang juga musuhnya korupsi. KPK juga anti korupsi. Jadi, netral itu adalah ‘teman’ nya KPK. Benarkah? Entar dulu….. Rumus bahwa musuhnya musuhku adalah temanku, terbantahkan dengan pendekatan MindWeb. Contoh sederhananya: Ketika KPK memeriksa kasus korupsi, seorang saksi selalu menjawab:”No comment”. Itu adalah sikap netral, yang tidak memberatkan maupun meringankan tersangka. Padahal KPK sudah mempunyai bukti bahwa orang itu mengetahui kasus korupsi itu. Jadi, dalam kasus seperti itu, sikap netral adalah musuh KPK! Musuh dari musuh kita, belum tentu teman kita, bisa jadi dia adalah musuh kita juga…….

Netral juga penting sekali fungsinya, selain pada manusia, juga pada kendaraan misalnya. Tidak ada mobil yang tidak memiliki posisi netral pada transmisinya, baik untuk yang manual maupun yang matic. Dan tidak ada perubahan arah tanpa melewati gigi netral. Apa yang terjadi bila mobil yang sedang melaju kencang tiba tiba dioper giginya keposisi mundur? Maka hancur berantakanlah transmisinya.

Yang akan kita bahas disini bukanlah tentang sesuatu yang nyata saja, tapi juga yang abstrak. “Netral” itu tidak berat sebelah, jadi dia bersaudara dengan “seimbang”. Sejak tahun 1980an saya perkenalkan teori yang saya namakan Teori Bejana Berhubungan atau Teori Pipa “U”. Teori ini juga saya bahas dalam training-training MindWeb. Teori ini membahas tentang keseimbangan antara emosi dan rasio (logika). Orang yang sedang emosional, ter-erosi rasionya. Makanya tidak heran kalau ada orang yang tega membunuh sahabatnya hanya karena sindir-sindiran. Dia sangat marah dan emosinya memuncak. Ketika emosinya mereda, akal sehatnya baru berfungsi dan dia sangat menyesalinya.

Intinya, bila kita sedang tidak netral, maka netralkan dulu diri kita. Caranya? Dengan meningkatkan rasio, emosi kita akan menurun. Jadi, ketika kita sedang emosi, apakah itu marah, benci, sedih, takut, masuklah kedalam posisi netral dengan menaikkan logika. Contohnya, ketika ditinggal pacar, jangan langsung mau bunuh diri, tapi bunuh dia dulu….eh, salah! Itu bukan memberi solusi tapi malah memperbesar masalah. Netralkan pikiran dengan self-talk berbasis logika (dalam hati aja, entar dikira orang gila, ngomong sendiri):”Untung aja dia ninggalin aku selagi pacaran. Coba deh bayangin kalau dia ninggalin aku sesudah menikah…….” Jadi, filosofi “Untung……” itu sangat bermanfaat dalam banyak kasus……. Kalau ditinggal sesudah menikah? Masih untng juga: “Untung aku sudah mempunyai cadangan…..” (he he he, yang ini tidak disarankan….).

Teringat lagunya Maya Estianti: “Lagi makan, kuingat kamu…..lagi minum kuingat kamu…..” Nah, kita tinggal nerusin aja: “Lagi marah, kuingat netral….lagi galau, kuingat netral….lagi parkir, ya ingat netral juga dong!

Salam MindWeb,

Eka Wartana

 

 

Leave A Response »