Pamrih dan Transaksional
Oleh: Eka Wartana
Apa ya bedanya antara pamrih dan transaksional?
Pamrih lebih kepada mengharapkan balasan atas perbuatan baik yang dilakukannya. Kalau transaksional menyepakati imbal balik akan suatu hal oleh ke dua belah pihak.
Tapi bagaimanapun, pamrih itu juga termasuk transaksional, namun terselubung…..
Transaksional itu wajar dalam bisnis. Ekonomi akan tenggelam tanpa adanya transaksi. Politik akan sepi tanpa pendekatan transaksional. Negosiasi, komunikasi juga tak terlepas dari sikap transaksional.
Bagaimana dengan pamrih? Inilah yang akan kita bahas di sini.
Kalau kita perhatikan, dalam kehidupan ini banyak sekali kelakuan orang yang penuh pamrih. Seseorang kelihatannya baik sekali, ternyata ada maunya. Seorang pria sangat perhatian kepada seorang gadis. Ada maunya, dijadikan pacarnya.
Ciri-ciri pamrih yang paling jelas: sangat baik ketika membutuhkan, abai ketika tidak butuh lagi.
Selain di dalam kehidupan, di perusahaanpun banyak terlihat sikap pamrih karyawan. Yang sedikit sekali muncul adalah aktualisasi diri (self-actualization).
Pamrih, yang dimulai dengan huruf ‘p’ itu dekat dengan kata lainnya yang dimulai dengan huruf ‘p’ juga: pura-pura (munafik). Kalau ada boss, pura pura sibuk. Kalau tidak ada boss, pura pura ‘mabuk’ (sakit). Oh, iya, ada lagi ‘p’ yang lain, sobatnya pamrih: penjilat. Apapun dilakukannya, baik benar ataupun salah, untuk membuat boss senang, termasuk pendekatan pribadi yang tidak ada hubungannnya dengan pekerjaan.
Ciri ciri karyawan ‘P’:
- Rajin hanya kalau ada boss (kok boss-nya begitu mudah dibohongi, ya?)
- Mengutamakan aktivitas daripada produktivitas (supaya kelihatan sibuk, walau tanpa hasil, yang penting terlihat rajin)
- Semangat kalau ada imbalannya (berupa perhatian, pujian, materi, dll)
- Semangatnya tergantung ‘mood’, cuaca, dan hari (kalau Senin malas pergi, kalau hujan tarik selimut lagi).
- Mudah berpuas diri (kalau sudah dekat dengan boss, ya comfort aja di zone-nya)
- Disiplin diri rendah, kalau boss tidak ada (“disiplin juga, gaji engak nambah!”)
- Dikendalikan oleh situasi (bersikap reaktif, “Mengalir aja!”)
- Mudah merasa iri terhadap koleganya (di mata boss, dia yang harus nomor 1, sering menjelek-jelekkan koleganya)
- Sering baper (bawa perasaan, mudah tersinggun, mudah kecewa kalau kurang diperhatikan)
- “Yes-man”, semua kata boss itu benar (itu di depan boss, dibelakangnya lain lagi).
Ciri-ciri orang yang sudah dalam tahap self-actualization:
- Kerjanya tidak terpengaruh oleh ada atau tidak adanya boss (Dia adalah “Boss” bagi dirinya).
- Lebih mengutamakan prestasi daripada apresiasi (prestasinya lebih untuk kepuasan diri, bukan kepuasan boss)
- Selalu tertantang untuk hasil yang lebih baik (di kamusnya selalu ada:” continuous improvement”)
- Semangatnya tidak tergantung ‘mood’, cuaca ataupun hari (Ketika hujan: ”Sejuk!”, hari Senin:” Kesempatan memulai pembuktian diri lagi!”)
- Tidak mudah berpuas diri (selalu ada tantangan baru dan prestasi baru)
- Memiliki self-discipline (“Ngapain harus dimandorin orang lain. Jadi mandor sendiri aja!”)
- Mampu mengendalikan situasi (“Emangnya gue benda mati yang bisa dikendalikan oleh situasi?”)
- Tidak mudah terombang-ambing (“Emangnya gue perahu rusak di tengah laut?”)
- Lebih balog (bawa logika, tetap memakai otak bukan tenggelam dalam perasaan yang sensitive)
- “Yes-man” atau “No-man”, tergantung kebenarannya. (kalau boss benar, ya “Yes”, kalau salah, ya katakan “No”, dengan cara professional)
Perbedaan yang lebih jelas terlihat dari level dari si “Pamrih” dan si “Self-Act” (self-actualization) dari Maslow’s Hierarchy of Needs.
Demi kebutuhan fisik (gajinya bisa memenuhi kebutuhan sandang, pangan, kredit perumahan), security (tetap dapat pekerjaan) dan hubungan baik (terutama dengan atasannya), dia rela untuk mengenyampingkan self-esteem-nya. Pikirannya jangka pendek.
Orang yang pamrih itu tidak sadar akan adanya kebutuhan tertinggi: self-actualization. Dengan aktualisasi diri yang baik, cepat atau lambat, semua kebutuhan dibawahnya akan mengikuti. Aktualisasi diri mengajak kita untuk melihat jauh ke depan.
Saya pernah mencegah terjadinya kerugian yang sangat besar pada perusahaan. Tidak ada reward, bahkan ucapan terimakasih pun tidak ada. Sedihkah saya? Sesaat iya, maklum namanya juga manusia. Ternyata ada juga berbau pamrih di sini, ya?
Tapi segera sesudah itu, semangat saya pulih kembali. Sejak awal, yang saya cari itu bukan hanya apresiasi atau recognition, tapi lebih kepada pembuktian diri (self-actualization).
Kok perusahaan tidak memberikan bintang jasa untuk prestasi itu? Jawabannya sederhana: karena masalah belum terjadi! Lain halnya kalau sudah menjadi masalah, orang yang berhasil mengatasinya baru mendapat rewards.
Tidak ada bintang jasa untuk orang yang berhasil mencegah masalah terjadi. Hanya orang yang berhasil menyelesaikan masalah yang mendapat penghargaan. Padahal kerugiannya sudah sangat besar.
Lucu, ya? Tapi begitulah kenyataannya. Contoh langkah blunder perusahaan yang cenderung menggiring karyawannya untuk membiarkan masalah terjadi, daripada mencegahnya…….
Reward atau pujian itu ibarat asesori dari satu mobil. Tanpa asesori pun mobil tetap berfungsi dengan baik. Masakan kita biarkan mobil nongkrong aja, hanya gara gara tidak ada asesorinya? Kenapa mengorbankan mobilnya demi asesori?
Tragis sekali, bukan?
“Most people do something nice to others for a return they could get.
Why not doing something nice to yourself for a result you could give to others?”
(The MindWeb Way)
“Kebanyakan orang berbuat kebaikan kepada orang lain dengan pamrih.
Kenapa hanya sedikit orang yang berbuat kebaikan untuk dirinya, demi hasil yang bermanfaat untuk dirinya dan orang lain?” (The MindWeb Way)
Salam Berpikir Tanpa Mikir,
Eka Wartana
Professional Licensed Trainer (MWS Int), Master Trainer–The MindWeb Way of Thinking, dengan 33 thn pengalaman managerial.
Founder: The MindWeb Way of Thinking, To Think Without Thinking
Author: To Think Without Thinking (English Edition), Berpikir Tanpa Mikir (Indonesian Edition), MindWeb– A New Way of Thinking (English dan Indonesian)
Website: mindwebway.com, FB: www.facebook.com/eka.wartana.5
IG: www.instagram.com/eka.wartana/
Need Training?
The MindWeb Way of Thinking/ Berpikir Tanpa Mikir
Management Training?
Contact: 081281811999 (WA) or eka.wartana@mindwebway.com
#tothinkwithoutthinking
#berpikirtanpamikir
#tanpamikir
#themindwebway
#mindweb
#ekawartana
#pamrih
#munafik
#purapura
#selfactualization
#maslowhierarchy