Debat si EQ dan si IQ
Oleh: Eka Wartana
Ketika orang ditanya:”Mana yang lebih penting, IQ atau EQ?”. Sebagian besar orang kemungkinan besar akan menjawab:”Keduanya penting”. Benarkah demikian?
Sekiranya memang keduanya penting, kenapa ada sebagian orang yang menempatkan yang satu diatas yang lainnya?
Dalam kasus yang berbeda, memang IQ dan EQ tidak selamanya setara. Ada hal hal yang membedakannya, misalnya:
- Profesi orang. Orang sales, public relation lebih memerlukan EQ yang lebih baik daripada orang accounting, IT, engineering.
- Sifat orang. Orang yang peka memerlukan pendekatan EQ lebih daripada IQ. Orang yang blak blakan lebih suka pendekatan IQ, yang masuk akal.
Ada satu ungkapan yang sudah cukup lama mengusik pikiran saya. Tapi hal itu masih bisa saya pendam selama ini. Si EQ dan si IQ dalam diri terus berargumentasi. Mau baper atau balog ya….? (istilah yang saya pakai, balog itu: bawa logika, membedakannya dengan baper yang sudah banyak disebut orang: bawa perasaan). Akhirnya balog yang menang. Makanya saya tulislah artikel ini.
“IQ membuat kamu diterima kerja, EQ membuat kamu di promosikan” (?!?).
Kalimat Itulah yang menginspirasi munculnya debat antara si EQ (Emotional Quotient) dan si IQ (Intelligence Quotient) berikut ini.
EQ: ”Gue lebih hebat dong daripada kamu, IQ!”
IQ: “Loh, kok bisa?”
EQ: “ Iya dong. Karena dengan IQ kamu bisa diterima kerja,
tapi dengan EQ kamu bisa dipromosi”
IQ: “Tuh, ‘kan, gitulah jadinya kalau kamu lupa logika”
EQ: “Logika yang mana?”
IQ: “Kalau tidak diterima kerja, bagaimana kamu bisa dipromosi?!”
EQ: “Eh, iya ya……!”
IQ: “Kamu jangan baper ya dengan debat ini, aku cuma mau meluruskan saja
logika yang bengkok”
Jawaban si IQ sangat telak dan masuk akal, bukan? Sepertinya si IQ menyadari bahwa telah terjadi cognitive distortion dan generalization dalam pernyataan diatas.
Kesimpulannya: Tanpa EQ (walaupun IQ-nya bagus), seseorang tidak bisa dipromosikan? Dan tanpa IQ (walaupun EQ bagus), orang tidak diterima bekerja. Sepertinya tidak selalu begitu ya…..? (kandidat yang punya koneksi, bisa aja diterima….kolusi, nepotisme)
Sebetulnya, argumentasi keduanya masih berlanjut, tapi kita rangkum saja ya.
Jadi, mana yang lebih penting….IQ atau EQ?
Keduanya sama pentingnya. Keduanya dimiliki oleh setiap orang. Dan keduanya itu berkolaborasi, bukan berkompetisi.
Tanpa IQ yang bagus, semuanya itu akan sia sia karena organisasi juga memerlukan hasil, bukan sekedar proses. Dan pencapaian hasil (performa) itu memerlukan IQ yang baik. Proses pembuatan strategy, decision making dan problem solving tak akan bisa dilakukan dengan baik tanpa logika (IQ). Namun penerapannya memerlukan EQ yang baik supaya efektif.
Dalam penerapannya EQ-pun memerlukan pendekatan IQ. Contohnya, ketika menghadapi masalah terhadap seorang karyawan. Diperlukan analisa mengenai penyebab dan dampak dari sikap karyawan yang tidak bisa diterima (tentu ini memakai logika), tipe karyawan itu seperti apa dan pendekatan apa yang paling cocok dipakai untuk memengaruhinya. Ada yang bisa dengan langkah keras, ada yang dengan pendekatan halus. Mengerti emosi karyawan saja tidaklah cukup.
Jadi, keduanya penting untuk dikuasai oleh setiap orang. Tidak ada promosi tanpa IQ kecuali dalam organisasi yang dasarnya ABS (Asal Boss Senang, bukan ‘Bapak’ karena banyak juga boss wanita bukan?) atau boss yang terlalu baper (bawa perasaan).
Berbicara tentang IQ dan EQ ibaratkan membicarakan pria dan wanita. Jenis mana yang lebih hebat? Pria merasa superior karena tanpa dia, pasangan tidak akan bisa punya anak. Lho! Tanpa wanita, apakah pria bisa punya anak?
Kiranya tidak tepat kalau kita membandingkan peran IQ dan EQ. Daripada membandingkan keduanya, kenapa tidak kita sandingkan saja?
“Dalam banyak hal, berkolaborasi jauh lebih baik daripada berkompetisi” (Kata orang bijak)
“Daripada membandingkan dua hal yang berbeda, kiranya lebih baik menyandingkannya?” (The MindWeb Way)
“Hanya orang yang harga dirinya rendahlah yang berusaha meninggikan dirinya dengan merendahkan prestasi orang lain.” (The MindWeb Way)
Salam Berpikir Tanpa Mikir,
Eka Wartana
Professional Licensed Trainer (MWS Int) dengan 33 thn pengalaman managerial.
Founder: The MindWeb Way of Thinking, To Think Without Thinking
Author: To Think Without Thinking (English Edition), Berpikir Tanpa Mikir (Indonesian Edition), MindWeb– A New Way of Thinking (English dan Indonesian)
Website: mindwebway.com, FB: www.facebook.com/eka.wartana.5
IG: www.instagram.com/eka.wartana/
Training, Book Order: eka.wartana@mindwebway.com
#tothinkwithoutthinking #berpikirtanpamikir
#mindwebway #mindweb
#ekawartana
#trainer #training
#iq #eq #kompetisi #kolaborasi #promosi #diterimakerja #baper #balog #membandingkan #menyandingkan