Jebakan Rutinitas
Oleh: Eka Wartana
Ketika terjebak didalam kemacetan lalu lintas, kita hanya mengikuti mobil didepan yang beringsut maju setapak demi setapak. Lebih parah lagi kalau “stucked”, tidak bisa maju, tidak bisa mundur. Semuanya itu tidak disadari, hanya dijalaninya saja. Seharusnya, setiap pengemudi memiliki cukup pengetahuan tentang “jalan jalan tikus” yang ada, tahu kapan waktu waktu terjadinya kemacetan, tahu tentang adanya jalan jalan alternatives.
Hal yang mirip terjadi didalam karir seseorang. Begitu banyak karyawan yang terjebak didalam rutinitas kerjanya. Sayangnya, hal itu terjadi tanpa disadarinya. Setiap hari mereka melakukan hal yang sama dengan cara yang sama. Di sisi lain, mereka mengeluh kenapa tidak ada perubahan besar dalam gaji dan karirnya. Kalau saja Albert Einstein mendengar keluhan itu, dia akan mengatakan bahwa mereka itu tidak waras: melakukan hal yang sama terus menerus, tapi mengharapkan hasil yang berbeda.
Karyawan yang masuk perangkap jebakan rutinitas melakukan pekerjaannya dengan berfokus pada aktifitas saja dan melupakan produktifitas. Kalaupun pekerjaan rutin itu ada juga sih hasilnya, namun kualitasnya biasa biasa saja. Ada sesuatu yang hampa, yaitu peningkatan produktifitas melalui kreasi, inovasi baru.
Tidaklah fair kiranya kalau masalah ini hanya ditimpakan pada karyawan saja, karena peran boss dalam hal ini sangatlah besar. Masih banyak atasan yang senang melihat karyawan yang sangat aktif, sibuk telpon kiri kanan dengan suara yang keras, bergerak kesana kemari, lapor sana lapor sini (plus gossip sana gossip sini). Hasil kerjanya, produktifitasnya tenggelam oleh aktifitasnya. Bawahan yang nampak diam, memikirkan continuous improvement (perbaikan terus menerus), dianggap pemalas. Padahal penemuan cara kerja baru yang lebih efisien sangat penting bagi perkembangan perusahaan. Bukankah sebaiknya karyawan diwajibkan untuk berhenti sejenak dari pekerjaan rutin dan memikirkan perubahan perubahan yang diperlukan, dilanjutkan dengan “brain storming” (berdiskusi + berargumentasi).
Jebakan rutinitas bukan saja menghambat perkembangan perusahaan, tetapi juga menghambat kemajuan karyawan sendiri. Mereka terlena dan lupa untuk mengembangkan kemampuan dirinya. Potensinya yang terpendam, bahkan tenggelam semakin dalam. Mereka terjebak kedalam zona nyaman (comfort zone), “Yang penting terima gaji setiap bulan”. Mereka terjebak didalam ‘masa kini’ dan melupakan ‘masa depan’. Mereka lupa bahwa persaingan akan semakin ketat. Mereka lupa untuk memperkaya ilmu dan keterampilannya. Mereka lupa dengan self-development. Mereka lupa membuat terobosan terobosan (breakthrough).
Mereka lupa bahwa: Today is a Mastery for future Victory. Waktu telah disia-siakannya, seakan usianya tidak pernah berubah. Disaat menjelang pensiun, baru muncul kesadaran diiringi dengan kepanikan. Sayang, sudah terlambat!
Pandangan keliru yang sering terjadi: buat apa aku bekerja serius, toh perusahaan saja yang untung. Keliru! Dari pengalaman, justru karyawan sendiri yang paling besar memperoleh manfaatnya. Sayangnya hal itu tidak disadarinya. Yang penting buat mereka: orang lain jangan terlalu diuntungkan. Padahal kehilangan mereka sendiri lebih besar: kehilangan “modal” untuk membangun masa depan.
Alangkah indahnya dunia ini bila semua karyawan sadar untuk menjauhi jebakan rutinitas dan mulai membangun masa depannya dengan bekerja lebih serius, tapi tetap enjoy dengan cara cara yang lebih cerdas….setiap saat.
Yuk, kita kenali jebakan apa yang kita hadapi setiap hari dan menghindarinya. Kita bukanlah seekor tikus yang membiarkan dirinya masuk jebakan, demi nikmatnya sepotong ikan asin ……yang akhirnya mati sia sia.
“Yesterday is Memory. Today is a Mastery. Tomorrow is a Victory”. (MindWeb Way)
Salam MindWeb,
Eka Wartana