Masih ingat saat masih disekolah dulu, bagaimana cara belajar kita menghadapi ujian mendatang? Ujian mata pelajaran hafalan akan disiapkan dengan mencoba menghafal buku dan catatan pelajaran. Hal yang dilakukan adalah pengulangan, yaitu dengan membaca berulang ulang. Ada yang menghafalkannya dengan mengucapkan isi buku yang dibacanya, ada yang mempresentasikannya, atau menulis kembali apa yang dibacanya. Itu adalah bentuk dari pengulangan baik dengan memakai indera penglihatan/ visual (membaca), pendengaran/ auditori (mengucapkan), kinestetik (menuliskannya). Dengan cara itu, bahan pelajaran akan diingat dalam waktu yang lebih lama atau lebih mudah mengingatnya kembali dikemudian hari.
Lamanya sesuatu berada diingatan seseorang dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya:
• Frekuensi pengulangan
• Minat terhadap topik yang dibaca.
• Tingkat konsentrasi disaat membaca dan menghafal.
• Keterkaitan antar subject.
• Keterlibatan emosi
• Analogi
Pengulangan.
Semakin sering materi diulang, akan semakin lama materi itu diingat. Itulah sebabnya para pelajar harus sering sering mengulang pelajarannya, terutama yang hafalan. Yang non hafalan, seperti matematika, pengulangannya melalui latihan pemecahan soal, sehingga rumus rumusnya bisa hafal tanpa disadarinya. Pola pemecahan masalahnyapun bisa terbaca. Adanya ulangan atau ujian disekolah, universitas tidak lain bertujuan agar para siswa, mahasiswa memperlajari kembali apa yang sudah dipelajari selama periode itu. Tanpa adanya ujian atau ulangan, materi materi pelajaran akan cenderung dilupakan.
Mungkin ada dari para pembaca yang pernah mendengar istilah “stroking”….? Ini bukan ‘stroking’ dalam permainan tenis, ataupun golf, tapi dalam arti menanamkan suatu pelajaran kealam diri seseorang. Ibaratkan paku yang harus di ‘tanam’ kan ke dinding, bukanlah kita memukulnya berulang ulang supaya pakunya semakin dalam tertancap didinding….? Para orang tua sebetulnya sudah paham akan hal ini. Buktinya, anak anak sering berkomentar:”Bosan akh, mama bilang itu ituuuu terus…..”. “Stroking” akan menanamkan pengertian akan sesuatu kedalam alam bawah sadar seseorang. Belum yakin…..? Lihatlah, bagaimana iklan yang ditayangkan berulang ulang di TV ataupun radio, membuat anak anak begitu terpengaruh, sampai menjadi kecanduan akan produk yang dipromosikan. Padahal rasa dan mutu produknya belum tentu lebih baik dari produk yang iklannya tidak segencar itu…..Para pirsawannya dibuat trance dan terhipnosis.
Minat
Kenapa ya kalau berkenalan dengan seorang gadis cantik atau pemuda yang gagah, namanya akan selalu mudah diingat…..bentuk tubuh hingga lekuk wajahnya bisa terbayang jelas…bahkan nomor hand phone nya pun langsung hafal? Ya, itu tuh, karena minat yang tinggi.
Coba Anda diminta untuk membaca textbook yang tebal berisi hal hal yang serius misalnya mengenai ilmu fisika….berapa lama Anda selesai membacanya? Bisa berhari hari, berminggu minggu atau bahkan tidak pernah selesai membacanya. Tapi kalau saja buku setebal itu isinya cerita berbau porno atau cerita lucu…..dalam sekejap akan tuntas membacanya. Malah bisa jadi diulang ulang bacanya, padahal tidak pernah ada ‘ulangan’nya……Minat berperan sebagai self motivator seseorang.
Demikian juga dengan informasi, pengetahuan, pelajaran. Semakin besar minat anda terhadap materi yang dibaca, akan semakin mudah hal itu masuk keingatan dan akan semakin mudah untuk diingat kembali. Pertanyaannya, bagaimana kalau kita tidak tertarik dengan materi yang harus dibaca? Bagaimana menimbulkan minat kita? Mudahnya sih, kerjakan apa yang kita senangi, baca apa yang kita sukai dan sebaliknya, senangi apa yang kita kerjakan, nikmati apa yang kita baca……
Konsentrasi
Mari kita perhatikan disaat seorang anak sedang bermain games, dia begitu konsentrasi sehingga lapar tidak terasa olehnya. Orang dewasa tidak mau kalah….kalau lagi asyiknya ngintip situs porno di internet, konsentrasinya luar biasa. Bagaimana saat belajar atau bekerja? Seandainya mereka bisa berkonsentrasi seperti itu didalam pelajaran dan pekerjaan……Jadi, semakin tinggi tingkat konsentrasi saat membaca, semakin mudah informasi diserap dan diingat kembali.
Sewaktu masih di SMP ditahun 1960an, saya sempat membaca suatu kisah wayang Pendawa disalahsatu koran. Inti ceritanya adalah tentang konsentrasi. Cerita itu sangat berkesan buat saya sehingga tanpa sedikit catatanpun, inti kisah itu masih teringat dengan jelas sampai sekarang. Ceritanya kurang lebih begini:
Pada suatu hari, Pangeran Durna dari Negeri Astina, sedang mengajarkan memanah kepada ke 5 Pendawa yaitu: Bima, Yudhistira, Arjuna, Nakula, Sadewa. Durna memerintahkan Bima untuk mengambil panah, dan Durna bertanya:”Apakah kamu melihat pohon yang ada disana”, sambil menunjuk kearah suatu pohon. Jawab Bima:”Iya, Guru”. Durna bertanya lagi:”Kamu lihat seekor burung bertengger didahan pohon itu”. Bima kembali menjawab:”Lihat, Guru”. “Kamu lihat dahan tempatnya berpijak”. “Iya, Guru”, jawab Bima. “Kamu lihat kepala burung itu”, “Kamu lihat ekornya”, Tanya Durna yang dijawab semuanya dengan “Iya, Guru”. Akhirnya, Bima disuruh mundur dan tidak jadi memanah. Hal yang sama terjadi dengan Yudhistira.
Giliran Arjuna yang maju dan ditanya hal yang sama. Jawaban “Tidak”, diberikan oleh Arjuna atas pertanyaan apakah dia melihat dahan tempat burung itu berpijak, ataupun ekornya, kepalanya. Jawaban “Iya” hanya dia berikan ketika ditanya:” Apakah kamu melihat dada burung itu”. Maka Arjuna diijinkan untuk meluncurkan anak panahnya. Burungpun jatuh ketanah dengan anak panah menancap didadanya.
Apakah makna dari cerita menarik diatas? Tidak lain dan tidak bukan adalah konsentrasi. Arjuna konsentrasi ke dada burung itu dan perhatiannya tidak terpecah sama sekali ke hal hal disekitar burung itu. Dia betul betul konsentrasi kearah tujuan kemana anak panah akan dia targetkan. Luar biasa!
Contoh lain tentang konsentrasi, yang saya alami sendiri, yaitu saat mengikuti Fire Walking yang diadakan oleh HR Excellency, dipandu oleh Bapak Anthony Dio Martin. Sesuai dengan arahan yang diberikan, saya fokuskan perhatian ke satu titik diseberang, beberapa meter dari ujung bara. Ajaib!! Panasnya bara sama sekali tidak terasa! Dalam hidup pun saya kira serupa. Kalau kita fokus kepada tujuan, rintangan yang kita hadapi akan dengan mudah kita atasi….
Keterkaitan
Manakah yang lebih mudah untuk diingat: 891473625 atau 123456789? Tentu yang kedua, bukan? Itu disebabkan karena adanya keterkaitan antara angka angka itu, yang satu sama lainnya selisih satu, yang menjadi urutan angka dari satu sampai sembilan.
Adanya keterkaitan antara satu hal atau informasi dengan yang lainnya akan memudahkan kita untuk mengingat. Memori akan lebih baik lagi berperan bila ada diantaranya yang aneh atau lucu. Semakin aneh atau lucu, semakin mudah orang untuk mengingatnya.
Pelawak Gepeng (almarhum) sudah lama meninggal. Tapi wajahnya masih jelas terbayang ….satu wajah yang memang gepeng, makanya dia dinamai Gepeng. Belum lagi ucapannya yang sangat popular:”Untung ada saya…..”. Suaranya yang cempreng dengan wajahnya yang ‘aneh’, mungkin lebih diingat orang daripada lawakannya sendiri…..
Pelawak lain yang bakal dikenang lama mungkin Tukul Arwana. Ciri cirinya yang bergigi ‘bemper’, ulahnya saat bertepuk tangan dan ucapannya yang terkenal:”Kembali ke lap..top!” akan sulit dilupakan orang. Nama Tukul sendiri dikaitkan dengan bentuk wajahnya yang ‘unik’, gerak gerik tubuhnya yang khas, ucapannya yang popular, semuanya menempel di memori kita.
Nah, supaya kita bisa mengingat sesuatu dengan baik, cantolkanlah hal itu dengan apa saja yang lucu atau aneh yang memberikan kesan mendalam. Keterkaitan ini merupakan dasar yang dipakai untuk berbagai pendekatan dalam hal mengingkatkan memori. Bentuknya bisa bermacam macam, misalnya dengan cara mnemonic, mulai dari memakai acronyms (mengambil huruf pertama dari setiap kata, misalnya UNO: United Nation Organization), memakai kata kata menjadi kalimat yang menarik(acrostics), menjadikannya sebagai lagu, memakai cara cerita (asosiasi, dengan visual memory), dan lain lainnya.
Emosi
Masih ingat dengan pacar pertama Anda dulu? Masih ingat lagu kenangan pada waktu pertama ‘date’ dengan pacar? Bukan hanya ingat irama lagunya, bahkan semua kata katanya mungkin hafal sekali. Belum lagi ciuman pertama….bahkan malam pertama, dijamin deh tidak bakal terlupakan….Kenapa masih bisa ingat padahal peristiwa itu sudah berlalu begitu lama?
Sampai sekarang saya masih ingat benar ketika umur 3 tahun, disaat saya sedang duduk ditanah dan bermain main tanah…..tiba tiba saja terbang seekor ayam kearah kepala saya. Saya merasa sangat terkejut dan menangis (cengeng juga ya….?) . Ada lagi pengalaman lain, sewaktu sekolah di SMP, kami piknik ke sungai (kok ke sungai sih pikniknya….? Karena dijaman itu belum ada yang namanya ‘Water Boom’ atau ‘Ocean Park’). Kami naik sepeda rame rame sejauh sekitar 7 kilometer. Ketika melompat dari satu batu kebatu yang lainnya, saya terpeleset dan terjatuh kebelakang. Kepala bagian belakang terasa sangat sakit dan pusing. Sayapun mengambil sepeda saya dan pulang. Eh, ternyata beberapa teman pada ngikut…..Kok bisa peristiwa itu teringat, padahal sudah berlalu puluhan tahun….?
Itu semua karena adanya kerterlibatan emosi. Ada emosi bahagia, cinta disaat pacaran (plus emosi nafsu….?), ada emosi takut diserang ayam, ada emosi kesal, sakit akibat terjatuh (plus emosi senang karena teman teman pada kompak ikut pulang, padahal acara piknik belum selesai….lumayan bandel juga ya…..)
Analogi
Mengaitkan suatu hal dengan hal lain yang sudah diingat akan memudahkan penguatan ingatan. Misalnya, kejadian disaat World Trade Center di Amerika ditabrak pesawat teroris dikenal dengan 911, maka kita akan langsung ingat tanggal kejadiannya: 11 September. Disini peristiwa itu diberi nama 911 sesuai dengan tanggal kejadian yaitu tanggal 11 bulan 9 (September). Setiap tahun, pada tanggal 11 September kita akan selalu ingat peristiwa itu. Sebaliknya setiap mendengar 911 kita teringat musibah itu.
Analogi adalah membandingkan satu hal dengan hal lainnya yang berbeda secara paralel. Misalnya, ‘kaki manusia ibaratkan roda pada mobil’. Kaki dan roda jelas berbeda, tapi diperbandingkan dengan tujuan untuk mempermudah pengertian. Contoh lain, informasi di otak, ibaratkan suku cadang di gudang. Disinipun pengertian otak tidaklah sama dengan gudang, tapi hal ini bisa menjelaskan sesuatunya dengan lebih sederhana dan mudah.
Selain membandingkan antara dua objek, analogi juga bisa dipakai untuk membandingkan dua peristiwa, problem, dan dan hal lain yang bisa dibandingkan.
Cuplikan dari buku MindWeb
Best regards,
Eka Wartana